MANOKWARI- Diiringi hujan rintik-rintik, peti jenazah yang berbalut bendera Merah Putih dinaikan ke mobil jenazah kemudian diarak menuju tempat peristirahan terakhir di pekuburan keluarga di Rasiei. Ribuan orang berbalut pakaian hitam dengan wajah sendu mengantar kepergian Sang Pelopor Pembangunan Teluk Wondama, Alberth Torey menghadap Sang Khalik.
Setelah satu malam disemayamkan di rumah duka, jenazah almahrum Alberth Torey, mantan bupati Teluk Wondama periode 2005-2010 dan 2010-2015 akhirnya dimakamkan, Senin pagi. Kepergian almahrum untuk selama-lamanya meninggalkan duka mendalam.
Tidak hanya bagi keluarga dan kerabat dekat tetapi juga bagi Pemda dan masyarakat Teluk Wondama. Semua merasakan kehilangan yang tak terkira. Terbukti ribuan pelayat berbagai kalangan sejak dari penjemputan jenazah pada Minggu pagi hingga hari pemakaman tetap setia hadir untuk memberi penghormatan terakhir sekaligus doa terbaik bagi almahrum.
Sebagian sekolah bahkan sengaja meliburkan aktivitas belajar mengajar agar bisa ikut serta dalam prosesi pemakaman. Termasuk seluruh PNS Pemkab Teluk Wondama yang memang diinstruksikan untuk ikut ambil bagian dalam prosesi pemakaman.
Selain Bupati Bernadus Imburi bersama jajaran serta unsur Muspida Pemkab Teluk Wondama, ikut hadir Asisten II Pemprov Papua Barat Jack Sawaki yang sekaligus membawakan ucapan duka cita dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.
Hadir pula Sekda Kabupaten Manokwari Selatan A.Poceratu mewakili Bupati Mansel Markus Waran.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dalam sambutan tertulisnya menyebut Papua Barat telah kehilangan tokoh yang telah berjasa besar bagi Papua Barat terlebih Kabupaten Teluk Wondama.
“Beliau adalah tokoh sentral dalam sejarah lahirkan Kabupaten Teluk Wondama. Dia rubah dua kecamatan menjadi satu kabupaten, “ demikian Dominggus dalam sambutan tertulis.
Semasa hidup, Torey memang dikenal sebagai pemimpin pekerja keras, bertanggung jawab dan penuh dedikasi. Hal ini dibuktikan dengan beragam penghargaan yang diterima dalam karir pemerintahannya. Termasuk prestasi merubah Teluk Wondama dari nol menjadi kabupaten berkembang yang setara dengan daerah lainnya di tanah Papua.
Tidak itu saja, di mata masyarakat, Torey adalah pemimpin yang murah hati, bersahaja dan dermawan. Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat Wondama begitu mencintai sosok pria kelahiran 1953 ini.
Setidaknya ini yang dirasakan Satria Karubuy, ibu rumah tangga yang juga seorang pedagang pasar. Bagi Satria, Torey adalah sosok yang berjasa besar bagi Wondama. Torey adalah konseptor sekaligus arstitek pembangunan Teluk Wondama hingga bisa mengalami perubahan seperti sekarang ini.
“Bapak itu pemimipin yang terutama yang punya jasa besar untuk membangun Wondama. Kami semua sangat berduka cita, “ ujar Satria yang juga tergabung dalam Persekutuan Wanita (PW) Jemaat GKI Maranatha Kampung Manopi.
Almahrum juga dikenal sebagai figur pemimpin yang merakyat dan murah hati. “Bapak menyatu dengan masyarakat, di mana saja bapak ada bisa kami makan sama-sama satu piring. Bapak sebagai pemimpin tapi bapak tidak membedakan, “ lanjut Satria dengan nada bergetar menahan kesedihan.
Selama 10 tahun memimpin Wondama, Torey juga dikenang sebagai kepala daerah yang sangat peduli terhadap pembangunan bidang kerohanian. Ini dibuktikan dengan pembangunan rumah ibadah bagi semua agama yang hampir seluruhnya dibiayai 100 persen menggunakan APBD.
“Semasa beliau memimpin ada pemberian insentif (honorarium) bagi pelayan maupun pemimpin agama untuk semua agama di Wondama. Juga pembangunan tempat ibadah. Perhatian bapak sangat besar bagi keagamaan, “ ungkap Pendeta Dorce Rahakbauw.
Dia juga mengenal Torey sebagai sosok pemimpin yang menyayangi warga tanpa pandang bulu.
“Bapa punya jasa yang sangat besar bagi masyarakat Teluk Wondama. Kami semua dari berbagai suku, golongan dan agama merasakan bapa punya kasih sayang, perhatian dan kerendahan hati beliau,” ucap Pendeta Kepala Jemaat GKI Elim Rasiei ini.
Meski sempat menjadi rival dirinya dalam Pilkada 2010, Bupati Bernadus Imburi juga mengakui karya dan jasa almahrum sangat besar bagi Teluk Wondama. Karena itulah Pemda bersama masyarakat merasa sangat kehilangan sosok inspiratif yang menjadi pelopor kemajuan Teluk Wondama.
“Terlalu banyak yang almahrum buat untuk kabupaten Manokwari dulu dan khususnya di Kabupaten Teluk Wodnama. Terlalu banyak dan terlalu banyak, “ ujar Imburi sewaktu memberi sambutan.
“Kita di Wondama tidak hanya dengar dari sambutan, tetapi kita lihat, kita rasakan, kita alami apa yang almahrum buat bagi kita. Saya yang diberi kesempatan memimpin kita ini tidak mampu menghitung semua, menghitung saja tidak mampu apalagi membalas, “ lanjut Imburi dengan suara terbata-bata menahan kesedihan.
Torey meninggal dunia pada 4 Oktober lalu saat menjalani perawatan medis di Surabaya. Dia menghembuskan nafas terakhir pada usia 65 tahun.
Kesedihan mendalam dan air mata yang tercurah dari ribuan orang yang datang dari berbagai wilayah yang mengantar hingga ke liang lahat menjadi bukti betapa dia begitu dicintai masyarakat. Torey telah mencatat sejarahnya sendiri sebagai ‘pahlawan’ orang Wondama.
Selamat jalan Sang Pelopor, beristirahatlah dalam damai !!!!