Kisah Pilu Mantri Patra, Petugas Medis yang Meninggal di Pedalaman Wondama

MANOKWARI – Panggilan hati untuk menyelamatkan mereka yang ‘terpinggir dan terlupakan’ membuatnya tak berpikir dua kali ketika ditugaskan di pedalaman Kabupaten Teluk Wondama. Dia memilih setia dalam tugas disaat rekan kerjanya pulang dan tak kembali lagi. Dalam kesendirian dia tetap melayani hingga akhirnya ajal menjemput

Dialah Patra Kevin Marinna Jauhari atau yang biasa disapa masyarakat Wondama dengan sebutan Mantri Patra. Petugas medis dari Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat itu sejak April lalu bertugas di Kampung Oya, Distrik Naikere.

Oya merupakan salah satu kampung di pedalaman distrik Naikere yang masih terpencil dan terisolir. Tidak ada akses jalan darat apalagi sarana telekomunikasi. Wilayah di perbatasan Teluk Wondama dengan Kabupaten Kaimana ini hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau menggunakan helikopter.

Untuk mencapai pusat distrik di Naikere, warga setempat biasanya berjalan kaki selama 3 sampai 4 hari. Jalanan yang dilewati masih berupa jalan setapak menyusuri gunung dan lembah di tengah hutan belantara.

Baca Juga :   Korem Bone Gelar Perlombaan Olahraga dan Seni

Awal April 2019 lalu, Mantri Patra bersama seorang rekannya diantar dengan helikopter ke Kampung Oya. Mereka dijadwalkan bertugas selama tiga bulan hingga Juni untuk kemudian dijemput kembali diganti petugas berikutnya.
Namun sampai pertengahan Juni helikopter belum datang menjemput. Padahal persediaan bahan makanan berupa beras, minyak goreng dan lainnya yang dibawanya pada tiga bulan lalu telah lama habis. Demikian pula stok obat-obatan. Semuanya sudah habis terpakai.

Meski begitu, Patra yang tinggal seorang diri setelah temannya sesama perawat memutuskan turun ke kota Wasior dengan berjalan kaki memilih tetap bertahan di pedalaman. Dia terus memberi pelayanan medis dengan kondisi apa adanya.
Untuk mengisi hari, bujangan kelahiran 1988 ini selalu berintekrasi dengan warga setempat. Mulai dari berkunjung ke rumah warga, bermain bersama pemuda setempat hingga ikut berkebun bersama warga.

“Tiap sore dia pergi dengan anak-anak menyanyi-menyanyi, “ kisah seorang warga Oya melalui Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen di Wasior, Sabtu (22/6).
Hari terus berlalu, helikopter yang ditunggu tak juga tiba. Namun kesetiaan pemuda 31 tahun ini tetap tak luntur.

Baca Juga :   Resmi Purna Tugas, Imburi Sampaikan Terima Kasih Kepada Rakyat Wondama

Dia terus bertahan meski dihatinya memendam kecewa terhadap instansi tempatnya bekerja.
Terus bertahan dalam kondisi serba terbatas membuat dia akhirnya jatuh sakit. Ketiadaan alat komunikasi memaksa pria kelahiran Palopo, Sulawesi Selatan ini tidak bisa meminta pertolongan ke orang-orang di kota. Hari berganti, kondisi fisiknya kian lemah.
Mengetahui kondisinya kian memburuk, salah seorang warga kampung Oya memutuskan berjalan kaki untuk memberitahukan kondisinya sang Mantri kepada kepala Puskesmas Naikere.

Namun tetap saja tidak ada helikopter yang datang untuk mengevakuasinya ke kota guna mendapat perawatan medis. Hingga akhirnya pada 18 Juni 2019, Patra menghembuskan nafas terakhir di tempat tugasnya di Oya. Dia meninggal dalam kesendirian, tanpa ada keluarga, teman maupun kerabat yang mendampingi. Jenazah Patra baru dievakuasi pada 22 Juni 2019 menggunakan helikopter yang disewa Pemda dari Nabire atau empat hari setelah dia meninggal dunia.

Baca Juga :   Tanam Perdana Kebun PKTD di Kampung Webi, Pjs Bupati Wondama : Mulailah dari Apa yang Orang Papua Bisa dan Mau

Kematian Patra yang terbilang tragis menjadi keprihatinan banyak pihak. Tomas Waropen, Kepala Puskesmas Naikere menyatakan nyawa Patra mungkin bisa tertolong jika pihak dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya cepat merespon laporannya terkait kondisi Patra dan meminta segera dikirim helikopter.

“Kami sudah rapat sampai tiga kali dengan Dinas Kesehatan, Kesra dan Pak Sekda tapi tetap tidak ada jalan. Sampai akhirnya dia sudah meninggal baru helikopter bisa naik, “ ujar Waropen.
Bagi Waropen, Patra adalah pahlawan kemanusiaan. Dia rela mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut. Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak petugas medis lainnya.

“Patra adalah pahlawan bagi masyarakat di pedalaman Mairasi (nama suku di pedalaman Naikere). Sementara kita anak-anak negeri ini banyak yang jadi Judas (murid yang mengkhianati Yesus), “ kata Tomas Waropen. (Nday)

Pos terkait