JAM-Pidum Setujui 15 Permohonan Keadilan Restoratif, Termasuk Perkara Penadahan di Donggala

Jakarta, kabartimur.com– Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 15 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin 23 September 2024.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Herman bin Ladama dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Bacaan Lainnya

Kronologi bermula pada hari Senin 22 Juli 2024 sekitar jam 13.00 WITA saat Tersangka Herman bin Ladama berada dirurmah sedang mencetak bato, kemudian datang saksi Didit alias Didi meminta tolong kepada Tersangka Herman bin Lamada untuk membeli 1 (satu) unit hp vivo warna merah, dengan harga Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah). Saksi Didit alias Didi mengatakan bahwa uang hasil penjualannya akan digunakan untuk membeli makanan.

Kemudian Tersangka mengatakan bahwa yang bersangkutan tidak punya uang, namun saksi Didit alas Didi tetap mengatakan “tolong sekali saya dulu, saya mau beli makanan”. Kemudian Tersangka Hermaan bin Lamada membeli 1 (satu) unit hp vivo warna merah dengan harga Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) tersebut, yang mana pada saat itu anak Tersangka Herman bin Lamada sedang butuh hp buat untuk sarana belajar. Setelah tersangka membayar 1 (satu) unit hp vivo warna merah, saksi Didit alias Didi pulang kembali ke rumahnya.

Baca Juga :   Tingkatkan Kemampuan Legal Drafting dan Kualitas Penanganan Perkara, JAM PIDUM Gelar In House Training

Bahwa akibat perbuatan Tersangka Herman bin Ladama hingga saksi Rini Darmastuti mengalami kerugian sebesar Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah).

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Donggala Fahri, S.H., M,H. bersama Kasi Pidum A. Fadhilah, S.H. serta Jaksa Fasilitator Rilla Utri Feftini, S.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Donggala mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Dr. Bambang Hariyanto, S.H., M.Hum., sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 23 September 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 14 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:

  1. Tersangka Didit alias Didi dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tenang Pencurian.
  2. Tersangka Syaiful Rizal alias Ipul dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  3. Tersangka Julaiha binti Muhammad Noor (Alm) dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Tengah, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  4. Tersangka Jumiati binti Ibrahim dari Kejaksaan Negeri Pontianak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian..
  5. Tersangka Zebaoth Henrata Lumban Batu anak dari Daniel Lumban Batu dari Kejaksaan Negeri Sintang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  6. Tersangka Suandi bin (Alm) Umar dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
  7. Tersangka Romawi bin Punawi dari Kejaksaan Negeri Ketapang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  8. Tersangka Andar Elyas Panggabean dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  9. Tersangka Jhonson Andrianus Simbolon alias Pak Jendri dari Kejaksaan Negeri Deli Serdang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  10. Tersangka Aldi Saputra alias Aldi bin Awaluddin Rangkuti dari Cabang Kejaksaan Negeri Mandailing Natal di Natal, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
  11. Tersangka Dina Sialana alias Dina dari Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  12. Tersangka M. Rubi bin M. Yunan dari Kejaksaan Negeri Paser, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  13. Tersangka Supriyanto bin Alm Soekat dari Kejaksaan Negeri Karimun, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  14. Tersangka I Reno Randial Fikri bin M. Hamdi dan Tersangka II Hamdi bin M. Nur (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sarolangun, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.
Baca Juga :   Dongkrak PAD, DPRD Sorong Study Tiru Ke Bapenda Manokwari

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (Red/Rls)

Baca Juga :   Pangdam XVIII Kasuari Datangkan Cristina Jembay Berbagi Pengalaman

Pos terkait