Kasus “Joke Bomb” Anggota Komisi I DPR Papua Surati  Presiden RI  Minta Frantinus Nirigi Dibebaskan

JAYAPURA – Prihatin dengan kondisi Frantinus Nirigi, putra Papua yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus “Joke Bomb” di dalam pesawat Lion Air JT 68 di bandara Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat beberapa waktu lalu, menuai banyak simpati. Salah satunya datang dari anggota Komisi I DPR Papua, Emus Gwijangge. Anggota Komisi I DPR Papua tersebut bahkan telah melayangkan surat secara resmi kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo,  tertanggal 31 Mei 2018, perihal pembebasan Saudara Frans Nirigi, dimana surat tersebut ditembuskan kepada, Kapolri, Kapolda Kalimantan Barat, dan Pimpinan Maskapai penerbangan Lion Air di Jakarta.

Dalam surat tersebut, Emus Gwijangge yang merupakan anggota Komisi Satu DPR Papua tersebut menjelaskan kepada Presiden RI,  terkait insiden kesalapahaman yang menyebabkan terjadinya kepanikan para penumpang di dalam pesawat Lion Air JT 68 akibat adanya dugaan Bom yang di hembuskan oleh Pramugari pesawat setelah salah mendegar ucapan dari seorang penumpang, Frans Nirigi saat itu.

Kepada Presiden RI, Joko Widodo, Emus Gwijangge mengungkapkan, bahwa Frantinus Nirigi, merupakan seorang pemuda asli Papua, yang akan pulang ke kampung halamannya di kota Wamena, setelah menyelesaikan pendidikan S1nya pada Untan, Pontianak, dimana Frantinus dalam kepulangannya tersebut untuk melakukan acara syukuran atau ibadah dan mengabarkan kegembiraan kepada keluarga besarnya karena telah lulus pendidikan S1 pada salah satu perguruan tinggi di Pontianak dan sekaligus Frantinus akan mendaftar sebagai CPNS di tanah kelahirannya.

Baca Juga :   Deng Ical Tampik Isu Politis Dibalik Mutasi Jajaran Pemkot Makassar

Peristiwa tersebut, menurut Emus dalam suratnya kepada Presiden Jokowi, menjelaskan bahwa, dari penjelasan Frantinus, dalam pesawat saat itu penuh dengan penumpang dan saling berdesakan.

“Keadaan dalam pesawat  penuh dengan penumpang dan berdesakan, keadaan dalam pesawat agak gaduh, bising, suara penumpang tidak terdengar dengan baik “jelas Emus Giwjangge dalam suratnya tersebut.

Saat kondisi tersebut, pramugari melakukan pengaturan terhadap penumpang dan barang bawaan penumpang di dalam pesawat. Dan menemui Frantinus Nirigi yang saat itu sedang membawa sebuah tas.

“Saat itu pramugari melakukan tugasnya mengatur penumpang dan barang bawaan mereka di dalam pesawat, Pramugari menghampiri Saudara Frans Nirigi dan mennayakan isi dari tas yang dibawa oleh Fantinus yang didalamnya ternyata berisi tiga buah laptop dan sejumlah perlengkapan sisa kuliahnya, dan ditaruh di bawa tempat duduk. Pramugari yang melihat adanya tas di bawah tempat duduk Frantinus kemudian menanyakan isi dari tas yang di letakan oleh Frantinus di bawah tempat duduknya tersebut dan isi tas tersebut adalah perlengkapan kuliah dari Si Fran yang masih bisa digunakan dinataranya, buku-buku, dan leptop serta beberapa barang lainnya”jelas Emus Gwijangge menirukan pernyataan Frantinus.

Baca Juga :   Proyek rumah dinas tanpa papan proyek di makale disoroti warga

Dimana isi tas Frantinus merupakan tiga buah leptop maka tas tersebut di taruh di bawah tempat duduknya di dalam kabin pesawat, ( menaruh barang di bawah kursi dibenarkan dalam semua penerbangan). Pramugari kemudian menanyakan isi dari tas tersebut dan dijawab oleh Fran adalah berisi 3 uni Laptob.

Karena dalam penerbangan saat itu di dalam pesawat penumpang berdesak-desakan sehingga jawaban dari Frantinus tidak di dengar dengan baik oleh sang pramugari dimana menurut Pramugari, Frantinus mengatakan isi tas atau bungkusan adalah Bom.

“Kaget dengar informasi yang dikira bom, padahal saudara Frantinus bilang nya isi tas adalah Laptop, didengar salah oleh Pramugari dikira bom, pramugari kaget dan berikan informasi kepada penumpang, maka penumpang semua berhamburan dan keluar melalui pintu darurat dan meloncat dari sayap pesawat”jelas Emus.

Baca Juga :   TA Gubernur Ingatkan ASN Untuk Tidak Melupakan Sejarah

Dari penjelasan tersebut menurut Emus Gwijangge,kepada Presiden Joko Widodo, bahwa dalam kehidupan masyarakat di Papua, baik pemuda maupun orang tua, kerap mempunyai kebiasan menguncapkan Joke-Joke yang lucu (gurauan tidak serius), kebiasaan ini yang diucapkan oleh Frantinus Nirigi yang ucapannya tersebut dikira ucapan serius oleh Pramugari.

Selain itu menurut Emus, Departemen perhubungan di Papua, sama sekali tidak pernah mensosialisasikan  tentang Undang-undang nomor 1 tahun 2009, tentang penerbangan yang isinya antara lain melarang kepada para penumpang tentang candaan mengenai bom di daerah bandara maupun di dalam pesawat.

Dengan kondisi tersebut seperti yang dilaporkan kepada bapak Presiden RI, menurut Emus Gwijangge,  sehubungan dengan hal tersebut, mengingat saudara Frantinus Nirigi masih muda dan merupakan satu-satunya sarjana dalam keluarga dan merupakan pemuda terdidik di daerahnya dan masih mempunyai masa depan yang panjang , untuk itu Emus meminta kepada Presiden Joko Widodo dan jajarannya dapat memberikan ampunan serta membebaskan Frantinus dari tuduhan dan sangkaan kasus Joke Bom, serta mengijinkan Frantinus dipulanhkan ke kota kelahiranhya di Wamena, Papua.*(A/C)

Pos terkait