WASIOR – Para korban dan keluarga korban tragedi Wasior Berdarah di Kabupaten Teluk Wondama menuntut perhatian dan pertanggungjawaban Pemerintah Republik Indonesia atas penderitaan juga kerugian moril dan materil yang mereka alami semenjak kasus pelanggaran HAM berat itu terjadi.
Mereka meminta negara memberikan kompensasi atas apa yang telah mereka alami. Berupa enggantian terhadap rumah-rumah yang dibakar dalam peristiwa 21 tahun lalu itu.
Juga meminta agar anak dan cucu mereka diangkat menjadi PNS atau menjadi anggota TNI/Polri.
Tuntutan itu disampaikan para korban dan keluarga korban kepada Tim Penyelesaian non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang berkunjung ke Wasior.
Selama di Wasior, tim yang dipimpin Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri melakukan audiensi dan wawancara secara langsung dengan sejumlah korban dan keluarga korban peristiwa Wasior Berdarah.
“Para korban dan keluarga korban juga minta ada pekerjaan bagi anak-anak mereka yang selama ini tidak bisa bersekolah dan karenanya tidak bisa memiliki ijazah, “ungkap Agus Sumule, akademisi Universitas Papua (Unipa) Manokwari yang menjadi salah satu anggota tim asistensi.
Sumule menyampaikan hal itu dalam FGD (forum group discussion) Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Peristiwa Wasior Berdarah di aula Sasana Karya, kompleks kantor bupati Teluk Wondama di Isei, Jumat (4/11/2022).
FGD diikuti Wakil Bupati Andarias Kayukatuy, Ketua DPRD Herman Sawasemariai, Kapolres AKBP Yohanes Agustiandaru serta Dandim 1811/Peradaban Teluk Wondama Letkol Inf Saheri.
Turut hadir Ketua Dewan Adat Daerah Wondama Adrian Worengga, Sekda Denni Simbar, tokoh agama, pimpinan SKPD serta tokoh pemerhati kasus Wasior Berdarah.
Dia melanjutkan, para korban juga minta harus ada pembayaran denda adat dalam bentuk uang tunai atas kematian dan penderitaan fisik yang mereka alami. Juga meminta adanya jaminan pendidikan bagi anak-anak mereka.
Termasuk menuntut adanya penjelasan mengapa mereka menjadi sasaran operasi.
Sebab banyak di antara mereka sebenarnya tidak terlibat dan tidak tahu menahu dengan peristiwa pembunuhan anggota 5 anggota Brimob hilangnya 6 pucuk senjata di kampung Wondiboi yang menjadi pangkal terjadinya peristiwa kelam pada 2001 itu.
“Beberapa di antara para korban dan keluarga korban juga meminta supaya proses judisial itu tetap dilakukan, “lanjut Sumule membacakan temuan tim selama di Wasior.
Sumule mengatakan, hasil pembicaraan dan wawancara dengan para korban dan keluarga korban telah mengkonfirmasi atau membenarkan laporan yang telah dikeluarkan oleh Komnas HAM terkait peristiwa Wasior Berdarah.
“Dalam hal ini konfirmasi terhadap rangkaian peristiwa maupun data-data korban. Tetapi dari pertemuan tersebut juga kami bisa menemukan beberapa data korban yang tidak ada dalam laporan Komnas HAM, “papar akademisi bergelar doktor itu.
Wakil Bupati Teluk Wondama Andarias Kayukatuy mengharapkan temuan juga rekomendasi yang nantinya dikeluarkan tim dapat menjawab apa yang selama ini menjadi harapan terpendam dari para korban maupun keluarga korban peristiwa Wasior Berdarah.
“Selama ini sudah berulang kali tim dari LSM maupun dari lembaga pemerintah datang bertemu dengan para korban tapi tidak pernah ada tindak lanjut. Oleh karena itu apa yang sedang dibuat oleh tim ini menjadi harapan kami semua terutama dari keluarga korban bisa terjawab, “ujar Andi. (Nday)