Toraja Utara, Kabartimur.com- Kuasa Hukum Stev Raru Frans Lading mengkritisi kinerja polres Toraja Utara dalam menangani kasus dugaan pengancaman yang dilakukan oleh kliennya terhadap Yohanis Bassang yang juga adalah bupati Toraja Utara yang terkesan dipaksakan.
Frans melalui rilisnya menyampaikan bahwa mereka pada prinsipnya menghormati proses hukum yang sedang berjalan, namun hanya saja mereka juga berharap agar penyidik dalam menangani sebuah kasus agar betul-betul dilakukan sesuai dengan tahapan dan mekanisme hukum yang benar.
” Kita menghormati proses hukum, namun kita melawan jika proses itu tidak sesuai dengan mekanisme yang ada” Katanya
Kaitan dengan kasus yang sedang dialami kliennya itu, Frans menegaskan bahwa ada beberapa kejanggalan yang nyata dalam penanganannya termasuk diantaranya dalam proses penyelidikan ke tahapan Penyidikan.
“Klien kami dilaporkan Tanggal 13 Juni 2023 siang, kemudian pada hari yang sama mendapatkan panggilan dengan Status Sebagai saksi pada Tanggal 13 Juni 2023, parahnya dalam surat panggilan itu tidak dicantumkan Nomor Surat Perintah Penyidikan yang memberikan suatu dasar bahwa status saksi klien kami artinya panggilannya sebagai status saksi itu berarti sudah naik penyidikan” Jelasnya
Hal lain yang membuat kuasa hukum semakin merasa yakin bahwa kasus kliennya ini terkesan dipaksakan dimana penyidik polres Toraja Utara hanya membutuhkan waktu kurang dari 12 jam untuk menaikkan status lidik menjadi status penyidikan, yang menurutnya waktu efektif yang lazimnya dibutuhkan oleh penyidik sedikitnya 3 hari.
” sebelum digelar naik sidik harusnya kan penyidik memeriksa dulu klien kami dengan status permintaan klarifikasi ,karena tahapan penyelidikan kan mengumpulkan bukti-bukti mencari informasi bahwa apakah laporan tersebut merupakan tindak pidana atau tidak, tapi faktanya tidak seperti itu, laporan oleh pelapor dan panggilan terhadap klien kami sebagai saksi digelar pada hari yang sama” Tambahnya
Poin selanjutnya yang menjadi sorotan kuasa hukum adalah penyampaian surat perintah dilakukannya penyidikan SPDP oleh penyidik Polres kepada klienya yang dinilai tidak sesuai KUHP, dimana SPDP baru tiba ditangan kliennya pada tanggal 25 Juli kemarin, sementara menurut hemat kuasa hukum jika mengacu pada KUHAP SPDP tersebut selambat-lambatnya tangga 20 Juni.
” Tidak hanya KUHAP, ketentuan tersebut juga ditegaskan oleh mahkama konstitusi dalam amar putusannya, selain itu juga ada diperaturan Kapolri tentang penyidikan tindak pidana, sayangnya penyidik polres Torut bahkan tidak mengindahkan itu” Tambah Frans.
Atas kejanggalan yang mereka temukan tersebut, kuasa Hukum Stev dalam Rilisnya mengaku telah memintah perlindungan hukum kepada Kapolri, irwasum, kabareskrim, kadiv Propam mabes Polri, Karowassidik Mabes Polri,Kapolda Sulsel ,irwassa Sulsel, Kabid Propam SulSel,Dir Krimum SulSel untuk kasus ini dijadikan atensi agar hukum jangan tajam kebawah. Frans menjelaskan upaya hukum yang dia ambil itu di benarkan oleh undang- undang, yang kemudian juga mengaku akan memintah gelar khusus diPolda SulSel kasus ini.
Secara terpisah, Kapolres melalui Penyidik yang menangani kasus dugaan pengancaman yang dilakukan oleh terlapor Stev Raru terhadap pelapor Yohanis Bassang Aipda Ahmadi kepada wartawan menyampaikan bahwa kasus tersebut sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk diproses lebih lanjut.
Adapun dasar peningkatan status saksi sebagai tersangka dilakukan setelah memeriksa 6 orang saksi dan meminta keterangan 2 orang ahli, Ahmadi juga mengaku bahwa pihak terkait dengan saksi, penyidik sudah memberikan ruang kepada terlapor apabilah ingin menghadirkan saksi dari pihak mereka.
” Jadi, kasusnya sudah kita limpahkan ke kejaksaan” Singkat Ahmadi yang juga merupakan Kanit Tipidum Polres Toraja Utara.( Red/ST)