Ini Konsep Syamsuddin Alimsyah Terkait Nasib Honorer Bulukumba

Bulukumba– Syamsuddin Alimsyah saat ini makin populer di kalangan masyarakat sebagai bakal calon Bupati Bulukumba 2020 mendatang.

Bahkan sekarang ini banyak whatsapp group yang dijadikan warga untuk berdiskusi langsung dengan beliau tentang gagasan Bulukumba ke depan.

Bagi Syam demikian biasa disapa membuka ruang diskusi yang luas bersama warga perlu diapresiasi sebagai langkah positif. Selain sebagai pendidikan politik yang sehat dan juga sebagai media bagi warga secara kritis mengenal siapa sesungguhnya calon pemimpin Bulukumba ke depan. Dan yang terpenting juga sebagai salah satu media untuk mendengar langsung aspirasi publik.

“Saya senang kita bangun tradisi dan sangat positif,” ujarnya singkat saat merespon pertanyaan warga dalam salah satu group.

Salah satunya terkait dengan nasib honorer Bulukumba yang kian tak pasti. Persoalan honorer ini mengemuka dan menjadi bahan diskusi di sebuah WA grup. Salah seorang anggota grup pemilik nomor +628525779**** menanyakan langsung kepada Syamsuddin Alimsyah terkait nasib Honorer Bulukumba.

Baca Juga :   Wakil Bupati Enrekang Menutup Perkemahan Akbar di Massenrempulu

“Assalamu Alaikum Kak Syam kira2 kalo Kak Syam jadi bupati bagaimana nasibnya Honorer d Lingkup Pemda Bulukumba baik dari Naungan Dikbud maupun Depag,” tulis salah satu anggota WA grup.

Menanggapi hal tersebut, Syamsuddin Alimsyah menjelaskan, secara umum sebenarnya sekarang ini sedang bergulir proses revisi UU ASN di DPR. Saya tidak tahu mengapa pemerintah daerah selama ini kesan kurang respon. Padahal salah satu aspirasi yang kuat diatur dalam revisi UU ini adalah nasib honorer yang akan diperjuangkan pengangkatan CPNS.

Sejatinya, lanjut Syamsuddin, sekarang ini semua daerah bergerak diminta atau tidak diminta ikut berpartisipasi desakan percepatan UU tersebut.

Pemerintah daerah dan DPRD sebagai wakil rakyat sejatinya memggunakan moment ini berpartisipasi percepatan revisi UU tersebut. Bila memang serius. Selama ini ada persepsi keliru seolah pemda dan DPRD tidak ada ruang berpartisipasi dalam pembahasan UU kecuali kalau diundang.

Dijelaskan Syamsuddin, namun terlepas agenda UU tersebut, hal yang bisa dilakukan taktis juga ada, yakni;

Baca Juga :   Partai PKS Papua Barat Launching Bacaleg

Pertama, segera update data. Memastikan update data pegawai dan honorer yang ada sekarang sebagai data base lengkap profile masa pengabdian, lokasi kerjanya, dll.

Tujuannya meyakinkan pusat bahwa pengangkatan CPNS sdh kebutuhan mendesak sesuai data. Yakni beban kerja dan ketersediaan tenaga.

Misal setiap sekolah berapa PNS dan berapa honorer dll. Sebab fakta sekarang perbandingannya dalam satu sekolah bisa hanya 2 guru PNS, sisanya 6 sampai 8 orang honorer.

“Data ini alasan pengajuan
membuka formasi CPNS kepada pusat dengan priorotas tenaga honorer, jangan misal guru atau kesehatan atau penyuluh dibutuhkan tp tenaga atau keahlian lain yang direkrut,” kata pendiri Kopel Indonesia ini.

Kedua, bagi honorer K2. Harus diperjuangkan sungguh sungguh, maksimal diangkat PNS. Apalagi ada yang sudah pernah dinyatakan lulus.

“Ini jumlahnya besar. Saya kira ini segera kepastian,” sebut Syamsuddin.

Lebih lanjut dijelaskan Syamsuddin, bila honorer yang pengabdiannya sudah cukup lama dan tidak memenuhi syarat PNS maka pemerintah sejatinya mengangkat sebagai PPPK tanpa test.

Baca Juga :   Kabag Humas "selamat jalan Kanda"

Ketiga, menggunakan pendekatan insentif kesejahteraan.

Bagi tenaga honorer yang tidak lolos seleksi CPNS dan atau bukan PPPK, Pemerintah harus mengkonsolidasi, mendata ulang menerbitkan SK bagi tenaga honorer atau memperbaharui SK atas nama Pemda. Atas SK tersebut Pemda bertanggungjawab memastikan mengalokasikan anggaran khusus insentif bagi honorer dalam APBD.

“Selama ini honorer di sekolah sekolah nasibnya kian tak pasti karena hanya bergantung pada dana Belanja Operasional Sekolah (BOS) yang dari pusat. Itupun tidak menentu jumlahnya tergantung banyaknya siswa,” kata Syamsuddin.

Menurutnya, pemda wajib mengalokasikan anggaran dalam APBD membayar gaji THR melebihi standar UMR dan Bonus kinerja sesuai beban waktu tugas.

“Daerah lain sudah banyak menerapkan ini. Kuncinya pemda dan DPRD harus bersama sama membangun komitmen mengelola pemerintahan secara efektif dan tidak berprilaku boros,” tegas Syamsuddin yang juga pernah mendapat penghargaan pejuang transparansi pemerintahan.

Pos terkait