Salam punggawa yang dipopulerkan oleh Ichsan Yasin Limpo dan kini menjadi jargon politik dalam Pilgub 2018 mendatang, ternyata memiliki nilai filosifis yang sangat dalam. Salam Punggawa, bukanlah melambangkan sosok diktator atau feodal yang banyak digambarkan sebagian orang atau simbol dari agama tertentu. Tetapi lebih dari itu salam punggawa adalah manifestasi dari sosok manusia Bugis Makassar yang sarat dengan budaya. Secara harfiah kata Punggawa adalah sosok seorang pemimpin baik dalam artian mikro maupun makro.
Secara mikro, kita adalah seorang pemimpin, paling tidak pemimpin bagi diri sendiri atau keluarga. Seorang suami adalah sosok punggawa bagi keluarganya. Nilai nilai luhur punggawa, sesungguhnya dimiliki semua orang, sejak lahir manusia sudah memiliki gen sebagai seorang punggawa. Jadi biasa diakatakan bahwa kita semua adalah seorang pemimpin dan seorang punggawa.
Punggawa adalah bagian dari falsafah hidup orang Bugis Makassar, falsafah hidup adalah sebuah prinsip mendasar yang dimiliki setiap orang. Jika dilihat secara mendalam setiap Punggawa memiliki nilai seperti siri na pacce yakni prinsip yang menjunjung tinggi rasa malu.
Siri atau Malu ketika melakukan hal yang tidak baik seperti melanggar aturan atau hukum. Jika seorang pemimpin terbukti melakukan pelanggaran hukum, tentunya bisa dikatakan dia tidak memiliki rasa siri, yang menjadi sarat mutlak bagi seorang pemimpin yang baik. Sedangkan pacce, adalah penggambaran sifat empaty kepekaan yang mampu merasakan penderitaan orang lain. Seorang pemimpin yang memiliki rasa pacce, akan selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan kepentingan sosial.
Seorang Punggawa juga memiliki sifat taro ada taro gau, yang berarti seorang pemimpin harus selalu satu kata dengan perbuatan, konsisten dengan apa yang pernah diucapkan, tidak mengumbar janji janji palsu yang bisa berakibat kesengsaraan bagi rakyat yang dipimpinnya. Tak bisa dipungkiri, ada pemimpin yang lebih mengutamakan pecitraan meski harus membohongi rakyatnya, dia tampil seolah sebagai sosok yang luar biasa namun di balik itu semuanya hanya bersifat semu belaka.
Selain itu ada sifat sipakainga, sipakatau dan sipakalebbi. Sipakainga berarti setiap kita harus saling mengingatkan, melakukan evaluasi dan mampu membimbing rakyat yang mengalami permasalahan tanpa membeda bedakan. Sipakatu adalah sifat saling menghormati, tidak saling sikut atau saling rebut jabatan atau sekadar mengejar kekayaan semata. Sedangkan sifat sipakalebbi adalah senantiasa menghargai sesama manusia jauh dari permusuhan dan kebencian.
Jika Kandungan nilai filosofi punggawa ini diterapkan secara konsisten tentunya akan melahirkan sosok pemimpin yang paripurna dan dicintai oleh rakyat. Tak berlebihan jika sosok Ichsan Yasin Limpo menjadi manifestasi dari sifat seorang punggawa sejati. Bupati Gowa dua periode ini, terbukti membawa kemajuan Kabupaten Gowa selama dua periode memimpin. Lima kali mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) adalah pembuktian siri na pacce.
Tak hanya itu, secara konsisten Ichsan telah memberlakukan pendidikan gratis di Gowa sehingga beban pendidikan tidak lagi dirasakan oleh orang tua siswa, ini jelas mempelihatkan sifat taro ada taro gau.
Tak hanya itu program jumat ibadah yang diprogramkan selama menjabat bupati, bertujuan untuk saling mengingatkan baik masyarakat dan aparatur pemerintahan agar tidak keluar dari rambu yang telah digariskan. Sosok IYL juga dikenal ramah dan menerima siapa saja, dia dikenal tegas namun sangat humanis, ini adalah gambaran sifat sipakatau.
Dalam menyelesaikan masalah Ichsan juga dikenal, sangat bijak, nilai sipakalebbi ini digambarkan dengan tidak pernah mempersulit apapun. Bahkan beberapa kolega di Gowa mengaku tak pernah mengalami kesulitan dalam mengurus izin atau apapun selama kepempinan IYL di Gowa.