Catatan sejarah passompa dan keberhasilan orang Bugis Makassar.

Passompa yang dikenal oleh orang Bugis Makassar adalah orang yang pergi merantau keluar dari Sulawesi baik kekalimantan, Jawa, Sumatera, Ambon Papua, bahkan sampai Tanah arab (kecuali pergi berhaji dengan menggunakan KM. Gunung Jati) . Kata Passompa sendiri oleh orang-orang tua terdahulu di maknai orang yang keluar dari Pulau Sulawesi dengan menggunakan perahu Layar (Lopi Sompe bahasa Bugis), maka orang itu dikatakan (Lao Sompe =pergi berlayar) setelah kembali kedaerah asal maka disebutlah Passompe yang dimaknai oleh orang-orang saat ini sebagai “perantau”. Orang Bugis Makassar yang terkenal sebagai pelaut ulung, saat Negeri jiran Malaysia masih baru merdeka masih kekurangan orang untuk mengolah Sumber Daya alamnya, maka orang Bugis Makassar lah yang pertama menginjakkan kakinya di negeri Sabah Malaysia yang oleh presiden soekarno masih mengakui sebagai Kalimantan Utara.
La Kalu warga Anrelie Sidrap yang meninggalkan kampung halamannya di tahun 1957 sebelum Malaysia merdeka penuh dari Britis dan tercatat sebagai pemegang Paspor Britis, kemudian disusul beberapa orang Sidrap tahun 1963 menuju Sabah dan telah beranak cucu seperti H. Dahlan , bapak Sada, Jamaluddin, Sahebe, ustadz Kamal dan lainnya.
Menurut H. Dahlan saat itu tahun 1963 dirinya memberanikan diri ikut Sompe (berlayar) ke Kalimantan untuk merubah nasibnya karena masih kecil bapaknya sudah meninggal dan di tahun 1963 sudah tumbuh menjadi pemuda, kemudian bertolak dari kota Parepare tujuan Nunukan dengan menggunakan perahu Layar.
Dari Pare pare mengikuti pesisir pantai pinrang, polmas, majene, Mamuju kemudian memotong ke Pulau panjang masuk Tanjung Mangkalia, pulau Bunyu, Tarakan hingga sampai ke Nunukan dengan waktu tempuh kurang lebih 20 hari,.
Setelah sampai di Nunukan menyeberang ke pulau sebatik perbatasan RI dan Malaysia selanjutnya menyeberang ke Tawau, Untuk bekerja. satu tahun kemudian H. Dahlan kembali ke Baranti Kabupaten Sidrap untuk membangunkan rumah Ibunya, selanjutnya kembali lagi ke malaysia dengan menggunakan kapal motor, yang hingga saat ini H. Dahlan telah beranak. cucu serta telah menjadi Warga negara Malaysia bahkan telah memboyong ibunya dan saudara saudaranya ke malaysia. Saat ini H. Dahlan dan saudaranya H. Sandila merupakan orang yang terpandang di Kampung Paris daerah Sandakang, anak anaknya sudah ada yang menjadi pegawai kerajaan, dengan areal perkebunan sawit ratusan Hektare namun saat ini separuh areal perkebunan kelapa sawitnya diambil oleh orang kampung karena diklain dia yang punya, padahal tanah tersebut sebelumnya masih hutan lebat yang diberikan oleh orang kerajaan untuk dirintis dan ditanami kelapa sawit kemudian dimiliki. setelah berhasil penduduk kampung mengakui kalau areal tersebut adalah miliknya, dan menjual hingga diterbitkan Gran (sertifikat) oleh orang kampung tersebut.
Menurut H. Sandila sebelum areal tersebut berpindah tangan penghasilan dalam sebulan hingga Rm.40 ribu atau setara Rp 140 juta sebulan. Thamrin Nawawi.

Baca Juga :   Tiket Film Molulo sold out pada pemutaran perdana

Negeri Sabah Malaysia dari dulu hingga sekarang masih menjanjikan Dollar

negeri Sabah Malaysia oleh warga indonesia khususnya Bugis Makassar masih merupakan daerah primadona untuk mengais Dollar. Di negeri inilah ribuan warga indonesia masuk secara ilegal walaupun resiko tertangkap sangat besar namun tetap tidak mengurus Paspor, alasannya sangat sederhana kata yusuf.
Menurutnya, mengurus Paspor tanpa penjamin hanya berlaku satu bulan dan harus di Cok lagi dan itu butuh biaya besar, kalau di jamin perusahaan biaya kecil tapi risikonya besar, pasalnya Paspor ditahan pihak kompeni sehingga tidak bisa keluar dari areal perkebunan dan gaji tetap. Tetapi kalau tidak ada Paspor tidak ada cost keluar serta bebas pilih kerjaan.
Perkebunan kelapa sawit yang terbentang di hampir seluruh Sabah menjadi primadona, demikian halnya pabrik (kilang). Suku Bugis Makassar yang mendiami negeri Sabah kurang lebih 200 ribu orang, tetapi yang sah hanya kurang lebih 12 ribu orang ungkap Anwar pengurus Perkisa (persatuan keluarga Indonesia Sabah). Faktor yang menyebabkan warga indonesia banyak bekerja di perkebunan kelapa sawit karena penghasilan yang tinggi walaupun membutuhkan tenaga ekstra. Sebagian lainnya bekerja di sektor lainnya.
Sementara Rahim mengatakan warga indonesia banyak mengais Dollar ke Sabah karena lapangan kerja di Indonesia sangat kurang, apalagi janji Jokowi JK tidak direalisasikan dalam hal penciptaan lapangan kerja baru, sekarang investasi masuk tapi tenaga kerja asing (Cina) juga masuk akibatnya tenaga kerja Indonesia harus menjadi tenaga kerja asing di negara Malaysia.
data penumpang kapal yang berangkat dari pelabuhan Parepare setiap hari rabu dan hari sabtu mencapai ratusan penumpang, belum termasuk penumpang kapal pelni, sebagian besar penumpang tersebut tujuan Malaysia. Penumpang yang punya Paspor menggunakan kapal resmi masuk tawau Malaysia, sementara yang tidak punya Paspor( Ilegal) lebih memilih lewat Sungai Nyamuk masuk tawau, termasuk para pedagang. Thamrin Nawawi.

Baca Juga :   Frantinus Nirigi Tersandung Kasus Joke Bomb Keluarga Prihatin

Pos terkait