WASIOR – Sampah plastik berpotensi menjadi ancaman nyata bagi kelestarian lingkungan hidup di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat terutama kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). Termasuk keberlangsungan hidup penduduk Wondama.
Penelitian yang dilakukan mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan Universitas Papua (Unipa) menunjukkan sampah plastik menjadi komponen terbanyak yang didapatkan dalam sampah atau limbah yang dibuang masyarakat Teluk Wondama.
Dalam dua periode penelitian yang dilakukan pada tahun 2016 dan 2019 di Distrik Wasior dan Distrik Teluk Duairi didapatkan sampah plastik terbanyak ditemukan menumpuk di pesisir pantai hingga di dalam air laut. Kondisi ini terjadi karena perilaku masyarakat yang terbiasa membuang sampah ke laut juga di sungai atau kali yang kemudian terbawa air ke pantai.
Hasil penelitian itu dipaparkan Kuariani Wartanoi, salah seorang anggota tim peneliti yang juga Staf WWF Indonesia di Wasior di dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Distrik Wasior di aula distrik setempat, belum lama ini.
Pada survey 2016, berdasarkan sampel yang diambil pada sejumlah titik di Distrik Wasior diketuai jumlah sampah terbanyak adalah sampah organik umumnya merupakan limbah rumah tangga. Adapun sampah anorganik yang didapatkan terbanyak berupa botol-botol plastik, kantong plastik, kemasan makanan, kaleng dan karton yang rata-rata beratnya mencapai belasan kilo.
“Diestimasi dalam 1 tahun pada 2016 di distrik Wasiornya mencapai 1000 lebih Kg sampah organik. Itu hanya dari beberapa sampel saja. Kita temukan plastik 500 Kg, botol plastik juga demikian, “ papar Kuriani.
Survey lanjutan pada 2019 juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda. Dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan transek, didapatkan sampah terbanyak adalah sampah plastik terutama di pesisir pantai.
Pengambilan sampah dengan metode transek di pantai Waskam, kawasan Pelabuhan Kuri Pasai Wasior juga pantai Sanduai didapatkan dalam transek ukuran 1×1 m terdapat 60 jenissampah di dalamnya.
“Di pantai Waskam botol plastik paling banyak, kemudian kemasan makanan seperti bungkuisan supermie yang ada di laut juga kantong plastik. Di pasar ikan lama (Pasar Soyar) juga paling banyak kemasan makaman seperti gula-gula dan gelas air mineral, “ ungkap Kuriani.
“Di (pantai) Wasior ada satu transek didapatkan 46 sampel dengan gelas air mineral paling banyak kemudian kemasan makaman. Sampah plastik terbanyak terus botol plastik dan gabus. Jadi (sampah) plastik tertinggi di Distrik Wasior, “ lanjut mahasiswa semester akhir Unipa ini.
Dari hasil pengamatan langsung juga wawancara, pada umumnya masyarakat Distrik Wasior yang merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak di Teluk Wondama terbiasa membuang sampah di sembarang tempat terutama di laut, sungai maupun di selokan dan jalan.
“Hasil pengamatan 2019 kami di Pasar ikan lama ( Pasar Soyar) dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam ada warga yang melakukan pembuangan sampah lebih dari satu kali. Sampai 3 sampai 4 kali dia buang sampah ke laut, “ ucapnya.
Demikian pula di sungai atau kali. Pengamatan langsung pada beberapa sungai besar di Wasior seperti Kali Anggris, Sanduai dan Miei, didapatkan masih banyak sampah yang masuk ke Kali meskipun volumenya tidak sebanyak di pesisir pantai ataupun di kompleks pasar.
“Hasil pengamatan dari pagi hingga jam 8 malam tidak ada. Mungkin dibuang di atas jam 8 malam atau jam-jam kecil karena ketika pagi kita datang ada sampah di situ, “ kata Kuriani lagi.
Dari hasil wawancara dengan masyarakat diketahui pada umumnya penduduk di Distrik Wasior masih membuang sampah rumah tangga di pekarangan maupun di tanam di dekat pekarangan. Termasuk pula membuang langsung ke laut maupun sungai.
“Dalam satu hari pengamatan saja di TPS Manggurai, Pasar Iriati dan di pasar ikan lama (Pasar Soyar), terbanyak di pasar ikan itu dalam satu hari yang paling banyak itu ada 15 orang yang buang sampah ke laut. Kalau di Sungai Anggris ada 5, (Kali) Sanduai 9, “ papar Kuriani lagi.
Ini berbeda dengan pantai-pantai di Aisandami Distrik Teluk Duairi. Dari hasil penelitian pantai di wilayah setempat relatif masih bersih dari sampah. Kemungkinan karena penduduk di Aisandami masih terbilang sedikit.
Dampak buruk dari semakin menumpuknya sampah plastik adalah tercemarnya kawasan laut di Teluk Wondama yang hampir seluruhnya masuk dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC). TNTC merupakan taman laut terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 1,3 juta hektar.
Karena memiliki keindahan terumbuh karang serta biota laut yang cukup banyak juga kawasan pantai yang indah, NTC sendiri sejak dulu merupakan salah satu destinasi wisata bahari andalan Teluk Wondama.
Tumpukan sampah plastik yang terus bertambah setiap hari dikuatirkan telah mencemari TNTC sehingga bisa berdampak buruk terhadap upaya Pemkab Teluk Wondama membangun pariwisata bahari.
Kuriani mengatakan, sampah plastik yang masuk ke laut dalam jumlah banyak akan berbahaya bagi kehidupan di laut juga pesisir. Tidak hanya terumbu karang dan ikan, keberlangsungan hidup biota laut lainnya seperti Hiu Paus dan Penyu yang menghuni TNTC juga dalam ancaman besar.
“Penyu kadang dia makan plastik karena makanan penyu itu ubur-ubur dan plastik itu mirip ubur-ubur sehingga penyu bisa mengkonsumsi plastik itu dan membahayakan penyu itu sendiri, “ sebut Kuriani.
Namun hal yang paling membahayakan adalah sampah kini sudah masuk dalam rantai makanan. Manakala ikan atau hewan laut lainnya makan sampah plastik kemudian manusia memakan ikan tersebut maka racun berbahaya yang ada dalam sampah plastik akan berpindah ke dalam tubuh manusia.
“Mungkin di sini belum. Tapi itu mungkin kelak akan terjadi di Wondama. Kita makan ikan yang sudah mengonsumsi plastik itu sama dengan kita makan plastik. Itulah kenapa kita harus tolak sampah plastik karena sebagian kecil saja yang bisa terurai. Dia masuk dalam rantai makanan dan membunuh fauna di laut. Menjadi racun dan bisa jadi kanker bagi manusia, “ pungkas Kuriani.(Nday)