MANOKWARI – Rencana Kejaksaan Tinggi Papua Barat menunda atau menghentikan sementara proses hukum terutama terhadap kasus korupsi menjelang pelaksanaan Pilkada 2020 menuai kecaman dari penggiat anti korupsi di Manokwari.
Rencana tersebut dipandang sebagai langkah yang aneh dan tidak logis terlebih karena Kejati Papua Barat baru hitungan bulan hadir di Papua Barat sehingga eksistensinya dalam pemberantasan korupsi sama sekali belum kelihatan.
Rustam, salah seorang pengiat anti korupsi dan praktisi hukum di Manokwari mempertanyakan landasan hukum yang dipakai Kejati Papua Barat terkait rencana penghentian sementara kasus korupsi selama musim Pilkada 2020.
“Saya sudah melihat 7 prioritas Jaksa Agung Burhanudin tetapi saya tidak temukan satu poinpun yang menyebut ada pembatasan kasus korupsi selama pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Jadi rencana Kejati Papua Barat menghentikan sementara proses hukum kasus korupsi itu didasarkan pada apa, “ kata Rustam di Manokwari, Selasa.
Menurut Rustam, Kejati Papua Barat sebaiknya fokus saja pada tugas utama agar bisa membuktikan diri sebagai lembaga bisa diandalkan publik dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi di Papua Barat.
“Kerja saja belum ada hasil, kok aneh mau membatasi penindakan kasus korupsi selama masa pemilih kepala daerah. Kajati Papua Barat ini harus dipertanyakan cara kerjanya, “ ucap Rustam lagi.
Kritik keras juga datang dari Direktur LP3BH Manokwari Yan Christian Warinussy. Seperti Rustam, Warinussy juga menilai rencana Kejati Papua Barat itu sebagai hal yang aneh. Kata dia, ajang politik seperti Pilkada seharusnya tidak mempengaruhi proses penegakkan hukum.
“Seharusnya hukum menjadi panglima, penegakan hukum harus terus berjalan tanpa pengaruh apapun,” tandas Penggiat HAM Tanah Papua ini.
Sekedar diketahui, pada era Jaksa Agung Muhamad Prasetyo, langkah penghentian sementara proses hukum terhadap para kandidat kepala daerah yang maju dalam Pilkada sudah pernah dilakukan. Hal yang sama juga dilakukan Polri semasa dipimpin Jenderal Tito Carnavian. Proses hukum akan dilanjutkan setelah Pilkada selesai.
Tujuannya adalah untuk menghindari kesan adanya upaya dari APH untuk menghalang-halangi para kandidat berpartisipasi dalam Pilkada yang biisa berpotensi memunculkan kegaduhan. (AD)