MANOKWARI– Jelang berakhirnya masa sidang ke-3 Tahun 2019, Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) bakal melaksanakan reses. Dalam masa reses, setiap anggota MRPB bakal kembali ke daerahnya masing-masing.
Agenda reses kali ini bakal digunakan juga oleh para perwakilan lembaga kultur tersebut untuk menjaring aspirasi masyarakat asli Papua terkait dengan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang akan berpartisipasi pada Pilkada serentak tahun 2020 ke depan.
Wakil Ketua MRPB, Cyrilius Adopak mengatakan, dalam masa reses anggota dari perwakilan adat, agama, dan perempuan akan menemui masyarakat di 12 kabupaten dan satu kota.
“Kita tekankan pada reses ketiga ini menyangkut situasi dan kondisi di tanah Papua dan khususnya di Papua Barat. Salah isu yang strategis dan menjadi viral saat ini adalah mulai masuk pada tahapan pilkada 2020,” kata Adopak usai menggelar rapat pleno MRPB masa sidang ke-3 yang berlangsung di salah satu hotel, Jumat (4/5/2019).
Momentum Pilkada serentak Tahun 2020, tentu menjadi sebuah kesempatan bagi semua warga negara terutama orang asli Papua. Di mana, harapan itu akan titipkan ke MRPB. Apakah MRPB bisa buat sesuatu untuk bisa memproteksi hak-hak politik orang asli Papua pada pilkada mendatang.
“Sudah barang tentu itu di syarat bakal calon bupati dan wakil bupati serta wali kota dan wakil walikota. Maka di situ yang kita fokus menampung aspirasi itu,” ujarnya.
Menurut Adopak, cela untuk bisa mendorong calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di tingkat kabupaten maupun kota madya adalah OAP (orang asli Papua). Cukup memiliki peluang.
Di mana, syarat calon kepala daerah sempat dibahas dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR RI dengan KPU RI terkait persyaratan bakal calon.
“Ini membuat OAP di seluruh Papua Barat terdorong dengan apa yang disikapi oleh KPU RI. Momentum ini bisa dipakai untuk membangkitkan semua orang di Papua Barat. Mengapa di Papua dan Papua Barat diminta kepala daerah dan wakil kepala daerah OAP, itu agak sulit. Yang direspon adalah gubernur. Sementara, bupati dan wali kota tidak,” tuturnya.
“Kalau kita bandingkan dengan Aceh justru agak lebih ekstrim. Di sana itu, gubernur, bupati, dan wali kota serta wakil-wakilnya semua itu harus orang (asli) Aceh, lalu harus beragama muslim.
Dan itu harus kita hargai, karena Aceh dan Papua itu ada lex specialis. Kenapa di Aceh bisa berjalan mulus baru di Papua setengah-setengah,” sambungnya.
Adopak menekankan, keberpihakan terhadap hak-hak dasar orang asli Papua harus dilakukan dengan tetap berpedoman pada bingkai NKRI. Sehingga harus disikapi sesuai dengan prosedur dan aturan hukum yang berlaku.
Alasan MRPB menjaring isu OAP di Pilkada 2020, karena sudah cukup menggema sehingga membuat lembaga kultur ini perlu menyikapinya dengan menjaring aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat asli Papua.
“Melalui reses ini, kita berharap ada aspirasi yang disampaikan secara tertulis dari kelompok-kelompok masyarakat adat terkait hal merespon calon-calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus OAP. Kita siap tindaklanjuti aspirasi ini selama ada aspirasi tertulis,” paparnya.
Adopak menambahkan, aspirasi yang menggema di kalangan masyarakat asli Papua, ini perlu direspon dengan baik. Agar tidak menimbulkan masalah baru, juga bisa menjadi bagian yang bisa menyejukan situasi dan kondisi di tanah Papua.
“Sepertinya kalau tidak direspon dengan baik maka, MRPB akan menjadi bulan-bulanan. Karena dianggap tidak mampu memperjuangkan aspirasi tersebut. Kita lihat di rapat dengar pendapat DPR RI dan KPU RI ada peluang,” tutupnya. (ALF)