Korban Wasior Berdarah 2001 Tagih Tanggung Jawab Negara

WASIOR – Para korban kasus Wasior berdarah yang terjadi tahun 2001 menuntut Pemerintah Republik Indonesia bertanggung jawab atas peristiwa tragis yang telah merenggut nyawa keluarga dan kerabat mereka yang tidak berdosa.

Komnas HAM telah menetapkan peristiwa Wasior Berdarah di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

Kejadian 17 tahun silam itupun masih meninggalkan luka batin dan traumatik yang belum sepenuhnya terpulihkan sampai sekarang ini.

Tuntutan itu disampaikan para korban peristiwa Wasior Berdarah berkenaan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional ke-70, 10 Desember 2018 yang untuk tanah Papua dipusatkan di Gedung Sasar Wondama di Wasior, Teluk Wondama.

Frans Saba, salah seorang korban menuntut negara sungguh-sungguh membuktikan komitmen untuk menyelesaikan kasus Wasior berdarah dengan secepatnya menyidangkan kasus tersebut melalui peradilan HAM bukan peradilan umum.

Baca Juga :   Wabup Warning OPD Pacu Semua Kegiatan Fisik dan Non Fisik

“Dan ada pemenuhan rasa keadilan yang bentuknya seperti apa yang penting di dalamnya ada keadilan sehingga kita tidak ada rasa dendam dan ikut berpartisipasi membangun negara ini dengan rasa suka cita, “ kata Frans Saba.

Frans juga berharap ada kompensasi secara materi maupun dalam bentuk lain bagi para korban maupun keluarganya yang telah mengalami penderitaan secara fisik maupun psikis selama 17 tahun ini.

“Yang paling pokok dan paling inti adalah negara harus bertanggung jawab atas perbuatan itu. Kalau masalah ini belum diselesaikan berarti negara ini tidak melihat kami bukan sebagai bagian dari negara ini, “tandas pria yang kini menjabat Kepala Kampung Manopi, Distrik Wasior.

Korban lainnya, Amelia Wosiri menuntut adanya perhatian khusus dari negara terhadap kehidupan para korban termasuk untuk masa depan anak-anak mereka. Wosiri mengaku suaminya menjadi salah satu korban meninggal dalam peristiwa Wasior berdarah.

Baca Juga :   Jo Lebang: Temukan Pencemaran, Silahkan Lapor ke DLHP Manokwari

Sejak sang suami tiada pada 2001, dirinya harus menjadi orang tua tunggal bagi ketiga orang anaknya. Wosiripun harus berjuang sekuat tenaga untuk bisa menyekolahkan ketiga buah hatinya. Kini anak sulungnya telah menempuh pendidikan sarjana.

“Saya punyak anak tiga. Semua sekolah tidak ada yang bantu saya. Jadi saya mau saya punya hak. Mama tidak minta banyak. Mama minta perhatian negara kepada masa depan anak-anak saya karena suaminya saya jadi korban, “ ujar Wosiri yang mengaku dirinya bersama ketiga putra sempat mendekam di sel pada 2001 karena dituduh menyembunyikan senjata.(Nday)

Pos terkait