WASIOR – Sebesar 45 miliar dana desa (DD) di Kabupaten Teluk Wondama tahun anggaran 2019 belum didukung dengan pertanggungjawaban yang lengkap dan baik.
Angka itu merupakan temuan Inspektorat Kabupaten berdasarkan hasil audit pengelolaan DD pada 75 kampung/desa di Teluk Wondama.
Inspektur Teluk Wondama Palino Phiter Lambe menjelaskan total anggaran DD yang dikelola 75 kampung di Wondama pada tahun 2019 mencapai 128 miliar. Jumlah itu belum termasuk dana otonomi khusus (Otsus) yang masuk ke kampung sebesar 225 juta pertahun.
“Saya kira itu sangat besar. Dari 128 miliar itu temuan kami kurang lebih 45 miliar,”ungkap Lambe dalam forum Musrenbang Distrik Teluk Duairi di balai kampung Sobei Indah, Rabu (3/3/2021).
Dari hasil audit diketahui ada 5 kategori temuan pengelolaan DD tahun 2019. Pertama, belanja yang tidak tercantum dalam dokumen APBKam (anggaran pendapatan dan belanja kampung) dan belanja yang tidak sesuai antara yang ada dalam APBKam dengan realisasinya.
“Artinya di APBKam belanjanya A tapi dia belanjakan B,”kata Lambe. Kedua, pajak yang belum dibayar. Jumlah pajak yang belum disetor mencapai ratusan juta rupiah.
Ketiga, belanja yang tidak diyakini kebenarannya lantaran tidak didukung dengan bukti yang valid.
“Sulit kita yakin itu bukti mungkin fiktif atau bukti tipu-tipu. Contoh belanja ATK kan harus ada bukti nota, item-item kertas sekian, lem sekian, pulpen sekian setelah ada itu harus ada kuitansi pembayaran ke toko itu dan harus ada bukti pajak. Kalau ada nota saja kami tidak yakin,”ujar eks Kepala Bappeda Wondama.
Keempat, kegiatan yang belum dilengkapi surat pertanggungjawaban (SPJ). Menurut Lambe, kegiatan yang belum di-SPJ-kan merupakan temuan dengan nilai terbesar mencapai miliaran rupiah. Kata dia, banyak kampung yang sampai dengan awal 2021 belum menyerahkan SPJ penggunaan DD tahun 2019.
Dan kelima adalah temuan kurang volume. Banyak kegiatan fisik yang tidak dikerjakan sampai tuntas juga belanja barang dan jasa yang tidak terealisasi sesuai volume pemesanan.
“Ada pekerjaan fisik yang tidak selesai. Ada pengadaan misalnya 3 unit tapi yang datang baru 1 atau 2 unit. Itu juga angkanya agak besar,”ucap Lambe.
Menurut mantan Asisten I Setda ini, besarnya temuan pengelolaan DD di Wondama umumnya terjadi karena pemerintah kampung tidak memiliki administrasi yang baik khususnya menyangkut keuangan. Hampir seluruh kampung di Wondama diketahui tidak memiliki Buku Kas Umum (BKU).
“Kesulitan kami di sebagian besar kampung saat pemeriksaan BKU tidak ada. Sehingga ada perpindahan uang ratusan juta dari bendahara ke kepala kampung dari kepala kampung ke si A, si B tidak bisa dibuktikan dengan kuitansi,”terang dia.
Lambe berharap temuan Inspektorat itu menjadi perhatian sekaligus peringatan bagi seluruh kepala kampung dan juga aparat pengelola keuangan agar tidak main-main dalam mengelola keuangan desa.
“Harapan kami, kita sama-sama memperbaiki supaya dana ini benar-benar dinikmati oleh masuarakat di kampung dan kita yang dipercaya untuk kelola tidak diperhadapkan dengan masalah atau proses hukum,” pesan mantan Kepala Distrik Wasior. (Nday)