SORONG- Aturan Organisatoris Dewan Adat Papua (DAP) mempunyai tugas untuk menghimpun aspirasi dari berbagai suku bangsa di Papua Barat yang jumlahnya kurang lebih 52 Suku yang mendiami wilayah Doberay (Kepala Burung).
Hal tersebut diungkapkan ketua DAP Wilayah lll Doberay Paul Finsen Mayor pada seminar Regional Papua yang dilaksankan di aula kantor GKI Sorong (26/1)
“Jika Otsus ini lahir dari rahim kongres Papua II tahun 2000, maka ada wacana untuk menolak hadirnya Otsus di tanah Papua dan harus dibahas kembali dalam Kongres Papua yang akan datang” kata Finsen
Seminar Regional Papua yang dimediator DAP wilayah lll Doberay dengan thema: membedah Undang undang Otsus menurut masyarakat Papua menuju Otsus yang berpihak dan berkeadilan bagi masyarakat Papua
Rektor Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari, Dr.Filep Wamafma ,SH.,M.Hum.,C.L.A dalam pemaparan materinya mengatakan bahwa, Undang-undang Otonomi Khusus ini ibarat kontrak antara Pemerintah Jakarta dan Papua saat rakyat Papua sejak tahun 2000 terjadi gejolak rakyat yang ingin memisahkan diri dari NKRI hingga lahirlah Undang-undang Nomor 21 tahun 2001.
Filep menilai bahwa dalam pelaksanaannya terjadi begitu banyak kejanggalan namun selaku akademisi, tidak bisa menghindar dari kenyataan harus ikut dan turut berperan dalam melakukan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi, Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dalam melahirkan konsep-konsep strategis untuk mencari win-win solution sesuai keahlian akademiknya.
Pada seminar tersebut, antusias peserta dari perwakilan Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Perempuan, Tokoh Pemuda dan Mahasiswa banyak memberikan saran dan masukan.
Menyikapi hal tersebut Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberay, Paul F.Mayor mengatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan seminar, Sosialisasi seputar berhasil tidaknya Undang-undang Otsus di Tanah Papua.