Penelitian di Singapura, Ichsan Temukan Persamaan di Gowa

Makassar- Kandidat doktor di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Ichsan Yasin Limpo (IYL) mengurai temuan penelitiannya tentang pendidikan dasar di Singapura.

Selama dua hari melakukan penelitian di Singapura untuk penyusunan disertasinya, IYL yang sejak menjadi Bupati Gowa dua periode banyak melakukan gebrakan di bidang pendidikan, memberi kesimpulan sementara.

Baginya, pendidikan dasar di Singapura sebenarnya hampir sama dengan sistem yang diterapkan di Indonesia. Bahkan dulu, Singapura banyak belajar dan mengadopsi sistem pendidikan kita.

“Secara umum pendidikan di Singapura itu hampir sama yang ada di Indonesia. Cuma yang membedakan lebih pada integritas, terutama tenaga pendidik,” urai IYL saat ditanya tentang hasil penelitiannya di Singapura, Senin (12/06/17).

Ichsan yang sejak Minggu (11/06/17) sudah berada di Makassar, menuturkan, untuk pendidikan dasar di tingkat SD tidak mengenal istilah tinggal kelas, mulai dari kelas 1 sampai kelas 5. Model ini hampir sama yang diterapkan di Gowa melalui Sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan (SKTB).

Khusus ujian nasional selama satu kali untuk murid kelas enam, baru diberlakukan tinggal kelas. Itupun lebih pada pengulangan kepada siswa yang dinyatakan tidak lulus.

Kalau pun ada yang dinyatakan tidak lulus di ujian nasional, maka dilakukan pengulangan. Tetapi itu bukan tanggung jawab siswa semata. Melainkan, guru juga  harus menjelaskan alasan ketidaklulusan itu langsung ke Kementerian,” tambah Ichsan.

Selain itu, dari sekian mata pelajaran untuk siswa SD, hanya tiga yang dimasukkan sebagai mata pelajaran wajib. Masing-masing, Sains, Matematika, serta mata pelajaran Bahasa Inggris.

“Untuk kelas 1 sampai kelas 2, itu hanya dua saja. Sains dan membaca atau mengenal simbol,” kata Ichsan yang dikenal sebagai pelopor pendidikan gratis di Indonesia.

Bagaimana dengan SMP dan SMA? Ichsan yang selama penelitian di Singapura, mendengar pemaparan di Kementerian Pendidikan serta melakukan wawancara di sekolah yang dijadikan sampel, menuturkan jika di negara tersebut menggabungkan tingkat SMP dan SMA.

Jika di Indonesia, pendidikan di SMP dan SMA bisa ditempuh selama enam tahun, maka di Singapura cukup lima tahun saja. Bahkan bisa sampai empat tahun bila siswa tergolong cerdas.

“Siswa yang pintar dan memenuhi syarat yang ditentukan, itu bisa sampai empat tahun saja. Inilah salah satu perhatian mereka ke siswa yang berprestasi,” papar Ichsan yang juga ketua PMI Sulsel.

Atas temuan hasil penelitiannya itu, Ichsan semakin yakin jika model pendidikan yang diterapkan saat masih menjadi bupati di Gowa, itu bisa menjadi contoh bagi pendidikan di Indonesia. Pasalnya nyaris sama dengan yang diterapkan di Singapura.

 

Apalagi, lanjut dia, siswa yang nilainya tidak memuaskan di tingkat SD, maka tenaga pendidiknya yang diminta bertanggungjawab atau melaporkan ke Dinas Pendidikan setempat.

 

Seperti diberitakan, ada tujuh negara yang dijadikan lokasi penelitian kandidat doktor ini. Masing-masing Singapura, Malaysia, Swiss, Jepang, Korea, Newzealand dan Belanda. #