MANOKWARI, Kabartimur.com- Sebagai upaya mengedukasi kaum perempuan di Papua Barat untuk lebih berdaya dalam menyuarakan aspirasinya, Yayasan Mitra Perempuan Papua (YMP2) menggagas kegiatan diskusi dan bedah buku bertajuk “Mendengar Suara Perempuan Papua: Perjalanan Otonomi Khusus dalam Perspektif Gender”.
Kegiatan diskusi yang dilakukan di Hotel Aston Manokwari pada hari Kamis (29/09/2022) melibatkan seratus peserta lintas gender yang terdiri dari masyarakat, tokoh adat dan agama, mahasiswa, komunitas, serta aktivis peduli perempuan di wilayah Papua Barat.
Sesi diskusi menghadirkan berbagai narasumber dari aktivis gender seperti Yuliana Numberi, S.S M.Si, tokoh agama, Pdt. Sherly Parinussa, S.Th., serta Praktisi Hukum dan HAM, Yan Christian Warinussy, S.H. Memperlengkapi perspektif dari sisi pemerintahan, diskusi ini juga dihadiri secara daring oleh Legius Wanimbo, dari Bappeda Provinsi Papua Barat, dan Vitalis Yumte, dari Biro Administrasi Otonomi Khusus (Otsus) Sekretariat Daerah Provinsi Papua Barat.
Pada sambutan tertulis Pj. Gubernur Papua Barat yang disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM Sekretariat Daerah Papua Barat, Drs. Mohammad A. Tawakal, kegiatan ini merupakan salah satu langkah strategis yang dipikirkan dan akan membawa dampak positif terurama untuk meningkatkan kesadaran akan kesetaraan gender. Lebih lanjut Tawakal menjelaskan, bahwa saat ini isu gender telah menjadi salah satu fokus penting dalam perencanaan pembangunan di Tanah Papua.
“Mari kita semua bergandengan tangan dalam menegakan keadilan bagi perempuan dan anak, dengan mensinergitaskan program-program otsus sesuaikan dengan perkembangan hari ini, karena bagi saya perempuan adalah pencetus dari suatu bangsa dan negara. Tanpa Perempuan, tidak akan ada kehidupan”, pungkas Tawakal sembari membuka kegiatan.
Wilayah Papua Memiliki Nilai Indeks Pembangunan Gender Dibawah Standar Nasional
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) wilayah Papua termasuk salah satu daerah di Indonesia yang memiliki nilai Indeks Pembangunan Gender (IPG) rendah dibawah standar nasional.
Indikator tersebut sejalan dengan data temuan YMP2 atas realita yang terjadi berkaitan dengan tingginya diskriminasi serta rendahnya tingkat keterwakilan dan partisipasi kaum perempuan. Dalam konteks pembangunan di Tanah Papua, mandat regulasi dalam UU No 2 Tahun 2021 telah memberikan ruang perhatian khusus pada masyarakat terkait adat, agama dan perempuan.
Artinya, pemerintah memiliki kewajiban untuk lebih fokus pada keberpihakan, perlindungan, dan pemberdayaan Orang Asli Papua (OAP) mengupayakan kualitas hidup perempuan dan anak di Tanah Papua.
Sementara itu, Pimpinan YMP2 sekaligus Penulis Buku “Perempuan Papua dalam Perjalanan Otonomi Khusus”, Anike TH Sabami, mengungkapkan perlunya upaya konkrit yang dilakukan secara dua arah.
Pada satu sisi, pemerintah harus secara aktif dan serius ambil bagian untuk memerangi berbagai persoalan gender di ruang privat dan publik. Namun dari sisi masyarakat, baik perempuan dan laki-laki, juga perlu didorong untuk lebih memahami kesetaraan gender yang juga menyangkut hak-hak kaum perempuan. Kendati masih jarang dilakukan, forum dan kegiatan semacam ini perlu terus digiatkan.
“Akan lebih baik lagi jika kegiatan ini ditindak lanjuti dengan rekomendasi dan aksi strategis lainnya”, tambah Anike.
Terkait kegiatan yang dilakukan hari ini, YMP2, Pemerintah Provinsi, serta peserta yang hadir menyampaikan apresiasi pada USAID Kolaborasi yang telah memfasilitasi kegiatan tersebut.
Sebagai informasi, USAID Kolaborasi merupakan sebuah program inisiatif terkait peningkatan kepasitas tata kelola pemerintahan kolaboratif di Papua dan Papua Barat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan optimalisasi Otsus sehingga dapat membantu percepatan kesejahteraan masyarakat Papua.
USAID Kolaborasi merupakan program hasil desain bersama dengan Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri yang didanai United States Agency for International Deveploment (USAID) dan diimplementasikan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama INFID dan Yayasan Kitong Bisa.
Dari hasil diskusi terdapat tiga hasil Rekomendasi yang dituangkan dalam berita Acara dengan tema mendengar suara perempuan Papua Barat pelaksanaan otonomi khusus dalam perspektif gender yakni:
Pertama, Membentuk focal point responsif gender provinsi Papua barat.
Kedua , Mempercepat perencanaan dan penganggaran berbasis responsif gender dalam kerangka pembangunan otonomi khusus Papua.
Ketiga, Mendorong lahirnya regulasi yang berpihak pada pemenuhan perlindungan dan pemberdayaan perempuan provinsi Papua barat.
Ketiga hasil rekomendasi tersebut ditandatangani toko central kepala suku arfak, Obed Ayok, direktur eksekutif yayasan mitra perempuan Papua, Annike Sabami, anggota fraksi otsus Papua Barat, Bernike Kalami, ketua pggp Papua Barat, pendeta Sherly Parinussa dan chif of party USAID Kolaborasi, Carolina Tupamahu. (Red/VR)