Penerpaan Asas Dominus Litis, Dosen Prodi Magister Hukum Muhammadiyah Sorong Sampaikan Perlunya Kehati-hatian

Manokwari, kabartimur.com– Dr.Hadi Tuasikal,S.H.M.H, Dosen Program Study Magister Hukum, Fakultas Hukum Muhammadiyah Sorong menjelaskan terkait

Analisis Asas Domitus Litis

Bacaan Lainnya

Dr.Hadi Tuasikal yang merupakan pakar hukum Mengatakan bahwa Dalam Poin Tersebut Kejaksaan, Konstitusi Indonesia Sudah Menekankan Bahwa Indonesia Yaitu Negara Hukum (Rechsstaat) Secara Tegas dalam Pasal 1 Ayat 3 Uud 1945 Mengungkapkan Bahwa Negara Indonesia Yaitu Negara Hukum, namun, dalam ini, Norma Hukum Adalah Aturan Tentang Hal-Hal Tertentu, Seperti Hal-Hal Yang Diwajibkan Atau Dilarang (Verbod).

Ia menjelaskan, Pengertian Hukum Pidana Secara Obyektif Ataupun Ius Poenale Yaitu Hukum Pidana Diketahui Dari Kacamata Larangan Berbuat, Khususnya Aturan Yang Bersama Dengan Risiko Pidana Terhadap Siapa Saja Yang Melanggar Aturan Itu.

Oleh Karena Itu, Pengertian Hukum Pidana Materiil Dan Formil Setara Dengan Pengertian Objektif Tentang Hukum Pidana dan Suatu Peraturan Yang Memuat Atau Mengenai Hak Atau Wewenang Negara Merupakan Subyek Dari Pengertian Subjektif Hukum Pidana, Yang Disebut Ius Poeniendi.

Dengan demikian Penegakan Hukum Bisa Dipahami Dengan Mengacu Pada Hukum Pidana Formil Ataupun Dikenal Juga Dengan KUHAP, Disamping Ketentuan Hukum Pidana Materiil Pada Konteks Hukum Pidana.

Hukum Formal Yang Dikenal Sebagai KUHAP Menentukan Prosedur Yang Harus Diikuti Ketika Menegakkan Hukum Pidana dimana KUHAP Menyediakan Kerangka Kerja dimana Aparat Penegak Hukum Dapat Melaksanakan Tanggung Jawab Mereka Untuk Menegakkan Hukum Materiil.

Menurut Dr.Hadi Tuasikal, Agar Tugasnya, Asas Ini Dikenal Sebagai Dominus Litis. Kata Latin “Dominus” Berarti “Pemilik”. Pelanggaran Tidak Dapat Diserahkan Kepada Hakim Oleh Hakim. Akibatnya, Hakim Hanya Menunggu Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Di Sinilah Terlihat Begitu Berperannya Penuntut Umum Atau Jaksa Dalam Penegakan Hukum Pidana Dengan Asas Dominus Litis-Nya. Oleh Karena Itu, Perlu Untuk Mendeskripisikan Konsep Tersebut, Terutama Dikaitkan Dengan Peraturan Kejaksaan Terbaru.

Ia Menguraikan Keberadaan Jaksa Dalam System Hukum Pidana Indonesia, Dengan Focus Pembahasan Pada:

  • Bagaimana Pengaturan Asas Domitus Litis Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, Serta
  • Bagaimana Penerapan Penghentian Penuntutan Sesuai Keadilan Restorative,
    Berdasarkan Peraturan Kejaksaan No 15 Tahun 2020”
Baca Juga :   Mambor Minta Dinas Pendidikan Topang Sekolah Hadapi Asesmen Nasional Berbasis Komputer

Agar Pengaturan Secara Konstruktif Untuk Mengelaborasi Asas Keadilan Restoratif Sangat Diperlukan Dalam Sistem Pemidanaan Di Indonesia Dalam Keadaan Penduduk Indonesia Yang Sifatnya Pluralistik Yang Terbagi Atas Setiap Suku, Budaya, Hukum Adat Istiadat Maupun Hukum Agama Yang Hidup Di Tengah Masyarakat.

Hal Ini Disebabkan Karena Tujuan Restorative Justice Adalah Pemulihan Masyarakat, Yang Mengakibatkan Korban Dan Pelaku Merasa Aman Dan Damai Setelah Konflik Selesai.

Ia Berpendapat Bahwa Hukum Pidana Materil KUHP Mengandung Karakter Seperti; Di Luar Asas Legalitas Formal Yang Lahir, Tumbuh, Dan Berkembang Dalam Liberalisme, Yang Terjadi Adalah Pengutamaan Fungsi Hukum Berupa Kepastian Hukum (Legal Assurance),

Dengan Menggunakan Bentuk Keadilan Restoratif, Penyelesaian Perkara Pidana Lebih Ditekankan Pada Keterlibatan Langsung Para Pihak Dan Memerlukan Upaya Kolaboratif Dengan Penduduk Dan Pemerintah Dalam Pendekatan Keadilan Restoratif.

Dijelaskan bahwa Kejaksaan Dan Asas Domitus Litis Dalam Konteks Penegakan Hukum Materiil, Hukum Acara Pidana Memberikan Kerangka Kerja Bagi Aparat Penegak Hukum Untuk Dapat Menjalankan Tugasnya.

Penuntut Umum, Juga Dikenal Sebagai Penuntut Umum, Yaitu Badan Yang Diberi Wewenang Oleh Kuhap Bagi Membawa Tuntutan Pidana Ke Pengadilan dan Lembaga Negara Yang Dikenal Sebagai Kejaksaan R.I. Bertanggung Jawab Agar Melakukan Kewenangan Negara, Paling Penting Pada Bidang Penuntutan dan Kekuasaan Negara Adalah Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Serta Kejaksaan Negeri Paling Penting Pada Bidang Penuntutan, Dimana Seluruhnya Merupakan Satu Kesatuan Yang Tidak Bisa Dipisahkan.

Pakar Hukum Pidana, Dr.Hadi Tuasikal, S.H.,M.H, Mengatakan, Kejaksaan Agung Dituntut Sebagai Lembaga Penegak Hukum Agar Berperan Paling Aktif Dalam Menegakkan Supremasi Hukum, Menjaga Kepentingan Umum, Menjunjung Tinggi Ham, Dan Memberantas Korupsi, Kolusi, Serta Nepotisme (Kkn) Berdasarkan Dengan Uu Ri No 11 Tahun 2021, Yang Sudah Diubah Dengan Uu Ri No 16 Tahun 2004.

Menurut UU Kejaksaan RI Yang Baru, Kejaksaan Yaitu Instansi Pemerintah Yang Terkait Dengan Kekuasaan Kehakiman Yang Menjalankan Tugas Negara. Kekuasaan Pada Bidang Penuntutan Dan Kewenangan Lain Sesuai Uu Secara Mandiri, Bebas Dari Pengaruh Kekuasaan Pemerintah Serta Kekuasaan Lain. Ayat 1 Pasal 2 Uu No. 11 Tahun 2021).

Baca Juga :   Dosen Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia STIA As Syafia Fak Fak Kampus 2 Kaimana Nilai Penerapan Dominus Litis Butuh Pengawasan dan Transparansi

Dalam Kuhap, Kedudukan Kejaksaan Sangat Mendesak. Hal Ini Karena Kejaksaan Republik Indonesia Merupakan Instansi Pemerintah Yang Bertugas Mengadili Para Pelaku Tidak Pidana

Secara Bertanggung Jawab Untuk Mencapai Kepastian Hukum, Keadilan, Dan Kegunaan Bagi Penduduk Dengan Memperhatikan Norma, Budaya, Serta Kearifan Sosial. Kedudukan Jaksa Penuntut Umum Dianggap Sebagai Center Of Gravity Pada Sistem Peradilan Pidana Terpadu Dalam Membereskan Suatu Perkara Pidana. Hal Ini Dikarenakan Penggugat Umum Menganut Asas Dominus Litis Yang Menyatakan Bahwa Penuntut Umum Berkewajiban Untuk Menjamin Tercapainya Tujuan Hukum Ialah Keadilan, Kepastian, Serta Kegunaan Dengan Melimpahkan Perkara Pidana Pada Pengadilan.
Menurut Dr.Had Tuasikal, S.H.,M.H.,Namun, Agar, Dominus Litis, Yang Diterjemahkan Menjadi “Penuntut” Atau “Manajer Kasus”, Adalah Salah Satu Prinsip Yang Digunakan Dalam Tahap Penuntutan. Artinya, Jaksa Menentukan Apakah Suatu Perkara Dapat Dibawa Ke Pengadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Akibatnya, Hakim Tidak Dapat Meminta Agar Ia Dituntut Atas Suatu Kejahatan; Sebaliknya, Dia Hanya Menunggu Penuntutan Dari Jaksa Penuntut Umum.
Pada Intinya, “Jika Jaksa Penuntut Umum Menganut Asas Dominus Litis”,

Akan Diuraikan Sebagai Berikut:

  1. Siapa Yang Memiliki Masalah Ini?
  2. Siapa Yang Bertanggung Jawab Atas Hal Ini?
  3. Orang Yang Bertugas Menyelesaikan Perkara.

Namun,  kaya dia Yakni, KUHAP Indonesia Tidak Mengatur Hal Tersebut. Arti Dari Prinsip Dominus Litis Telah Berkurang. Menurut Pasal 139 KUHAP, Pengertian Dan Penjelasan Istilah “Dominus Litis” Dibatasi.

Dalam Proses Penanganan Perkara Pidana, KUHAP Tidak Menerapkan Asas Dominus Litis Atau Kewenangan Mutlak Yang Diberikan Kepada Kejaksaan Republik Indonesia.

Akibatnya, Kedudukan JPU Sebagai Penuntut Umum Di Lingkungan Kejaksaan Dinilai Kurang Karena Hanya Memeriksa Berkas Perkara Secara Formal Dan Tidak Mengetahui Awal Mula Penyidikan, Termasuk Proses Penyiapan Berkas Perkara. Dan Memperoleh Bukti.

  1. Sebagaimana Diatur Pada Pasal 140 Ayat (2) Kuhap, Lanjutan Asas Dominus Litis Mengatur Kewenangan Kejaksaan Untuk Menghentikan Penuntutan. Menurut Pasal Tersebut, Ada Tiga Alasan Bagi Menghentikan Penuntutan:
    1. Tidak Cukup Bukti.
    2. Kejadiannya Bukan Kriminal.
    3. Kasus Yang Diselesaikan Secara Hukum.

Pengaturan Asas Domitus Litis Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia Sistem Peradilan Pidana Terpadu Kuhap Menjadi Landasan Untuk Suatu Sistem Peradilan Pidana Yang Benar-Benar Berjalan Dengan Maksimal Dan Melindungi Harkat Serta Martabat Tersangka,

Baca Juga :   Ketua LBH Sisir Matiti Bintuni:  Asas Dominus Litis Berpotensi Terjadinya Tumpang Tindih Kewenangan dan Ego Sektoral

KUHAP Membentuk Sistem Peradilan Pidana Yang Berisi Melalui Subsistem Yang Merupakan Tahapan Proses Jalan Keluar Perkara. Subsistem Penyidikan Adalah Kepolisian, Kejaksaan Sebagai Subsistem Penuntutan, Pengadilan Sebagai Subsistem Pemeriksaan Di Persidangan, Dan Kejaksaan Serta Pemasyarakatan Sebagai Subsistem Penjatuhan Putusan.

Dibuat Oleh Pengadilan Menjadi Praktek. Keempat Lembaga Pelaksana Sistem Peradilan Pidana Terpadu Tersebut Biasanya Menjunjung Tinggi Kerjasama Dan Lingkungan Kerja Yang Setia Serta Positif Diantara Aparat Penegak Hukum Bagi Meningkatkan Kewajiban Menegakkan Keadilan.

KUHAP Sebagai Aturan Mainnya Mengikuti Sistem Peradilan Pidana Terpadu. Sistem Ini Meliputi:
1. Kepolisian Sebagai Pelaksana Penyidikan,
2. Kejaksaan Sebagai Pelaksana Penuntutan,
3. Pengadilan Sebagai Pelaksana Pemeriksaan Di Pengadilan, Dan
4. Kejaksaan Dan Lembaga Pemasyarakatan. Sebagai Pelaksana Keputusan Yang Dibuat Oleh Pengadilan.

Di Situ Terlihat Pentingnya Posisi Kejaksaan, Yaitu Lembaga Yang Berfungsi Melaksanakan Penuntutan. Posisi Sebagai Penuntut Umum Itu Bersifat Melekat Dengan Asas Dominus Litis yang Tercermin Pada Pasal 2 Uu No 16 Tahun 2004 Mengenai Kejaksaan RI.

“Sehingga Penerapan Dominus Litis Di Dalam Revisi Kuhap Nanti Perlu Juga Ke Hati-Hatian Apalagi Kalau Asas Dominus Litis Akan Dimasukkan Di Dalam Undang-Undang Kejaksaan. Karena Ini Perlu Kehati-Hatian Dan Prinsip Keteguhan. Tidak Pernah Ada Sebuah Institusi Yang Menjadi Super Power Yang Kemudian Menerapkan Kehati-Hatian Di Dalam Proses Penerapan Sebuah Sistem,” Ungkapnya.

Dirinya Menjelaskan Semua Serba Mungkin Terjadi Karena Dominasi, Super Atau Pemberian Kewenangan Yang Lebih Dalam Subsistem Yang Sama Di Dalam Sistem Peradilan Pidana dan Pada Dasarnya Kejaksaan Memiliki Kewenangan Menentukan Apakah Suatu Perkara Pidana Akan Diajukan Ke Pengadilan Atau Tidak serta Memiliki Kewenangan Untuk Menentukan Jalannya Perkara, Termasuk Menentukan Tuduhan, Menentukan Pembuktian, Dan Argumen Hukum.

Sementara, Terkait RKUHAP usulan dari kejaksaan untuk memasukan asas Dominus litis akan bisa berpotensi akan adanya tumpang tindih kewenangan serta ketegangan antara Kejaksaan dan Polri serta berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang akibat kewenangan yang berlebihan pada institusi Kejaksaan. (*)

Pos terkait