MANOKWARI, Kabartimur.com- Guna merespon kekerasan berbasis gender di Papua Barat, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Papua Barat menggelar Semiloka perempuan lintas agama.
Kegiatan semiloka yang dihadiri sekitar 50 peserta secara tatap muka dari pengurus FKUB Papua Barat dan organisasi perempuan lintas agama tingkat Provinsi Papua Barat berlangsung selama tiga hari (3-5 Agustus 2021) di hotel Fujita Manokwari Papua Barat yang dibuka oleh penjabat gubernur Papua barat diwakili boleh staff ahli bidang kemasyarakatan dan SDM , Drs Mohammad A.Tawakal.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua Barat, Pdt Sadrak Simbiak , S.Si . Teol menjelaskan bahwa Pihaknya berharap melalui kegiatan ini ada wadah dan ruang komunikasi lintas agama sehingga para tokoh lintas agama selalu ada perjumpaan dan terbangunnya komunikasi sehingga upaya bersama untuk merawat kerukunan itu tetap bisa diakukan.
“FKUB sendiri tugasnya bukan pemadam kebakaran nanti ada konflik masalah baru turun apalagi dengan soal yang sensitif soal isu-isu agama, karena itu memang tugas kita yang sifatnya preventif pencegahan sehingga kegiatan seperti ini bersifat pencegahan untuk mewadahi komunikasi lintas agama karena dengan komunikasi kita bisa lebih mencegah hal-hal yang kemudian nanti berdampak menjadi konflik-konflik antar umat beragama” tuturnya.
Menurutnya, dengan upaya preventif seperti ini dapat melihat isu-isu yang cukup krusial berkaitan dengan kekerasan berbasis gender melalui kegiatan semiloka dengan melibatkan komunitas perempuan lintas agama dan juga dari lembaga-lembaga agama bersama dengan pengurus FKUB yang merupakan representasi dari lembaga-lembaga keagamaan dari provinsi Papua barat , tokoh lintas agama di provinsi Papua barat dengan maksud supaya ada kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam menghadapi situasi terutama tentang kekerasan gender dan bagaimana agama-agama merespon kekerasan gender ini dari semua presentif agama dan semua kitab suci yang akan disampaikan oleh para narasumber.
“Tiada perdamaian dunia tanpa perdamaian agama-agama dan tiada perdamaian agama-agama tanpa dialog antar agama ” ucap Pdt Sadrak Simbiak mengutip sebuah istilah kata bijak seraya berharap ruang dialognya harus selalu terbuka dan menjadi alat komunikasi yang efektif lintas agama untuk dilakukan.
Pihaknya juga berharap ada perjumpaan lintas agama untuk kembali membangun toleransi antar umat beragama dalam membangun perdamaian terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
” Sebab kami punya keyakinan di mana Tuhan dipermuliakan ditempat yang mana kemanusiaan itu dihormati . Kemudian kekerasan kita sangat mempermalukan Tuhan dan itu sebenarnya sangat tidak boleh terjadi dan kita berharap feedback dari kegiatan ini adalah kesadaran penghargaan terhadap sesama meskipun berbeda keyakinan kita saling menghormati menjaga toleransi, merawat kerukunan bersama, tetapi sekaligus menjadi agen untuk mengadvokasi hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan berbasis gender” kata Pdt Sadrak Simbiak.
Kegiatan seminar semiloka ini melibatkan 5 orang Narasumber yakni:
Pdt. Dr. Dariwita H. Purba, Pdt. Dr. Asnath Niwa Natar, Wawan Gunawan (JAKATARUB), Pdt. Obertina M. Johanis, M.Th (WCC Pasundan Durebang) dan Pdt. Dr. Asnath Niwa Nata.
Melalui kegiatan semiloka para Narasumber akan menyampaikan beberapa materi yakni
Kekerasan Berbasis Gender tentang Definisi, bentuk, dan Dampak serta sungai Kehidupan Temukenali KGB Dalam Pengalaman Feminis.
Selain itu pula narasumber lain akan memaparkan peran Agama/Kitab Suci dan kekerasan berbasis gender di Indonesia Perspektif Lintas Agama dan Peran Agama/Kitab Suci dan Kekerasan berbasis Gender di Indonesia Perspektif Pendamping Korban dan Agama/Kitab Suci sebagai alat Advokasi Penghapusan KGB di Indonesia perspektif Lintas Agama Perspektif Kristen.
Dari materi yang disampaikan oleh narasumber nantinya peserta diharapkan mendapatkan input terkait bagaimana agama berperan dalam melanggengkan kekerasan berbasis gender.
Selain itu, Peserta menemukan teks-teks Kitab Suci yang seringkali digunakan untuk melanggengkan kekerasan berbasis gender dalam komunitas agama masing- masing.
Juga Peserta mendapatkan input terkait bagaimana merekostruksi teks-teks kitab Suci yang sering dipakai sebagai alat melanggengkan kekerasan serta adanya advokasi penghapusan kekerasan berbasis gender ketika dibaca dengan menggunakan tafsir feminis kritis dan peserta merekonstruksi teks-teks Kitab Suci yang
sering dipakai sebagai alat melanggengkan kekerasan.
” Peserta menemukan teks-teks Kitab Suci yang dapat digunakan sebagai alat advokasi penghapusan kekerasan berbasis gender dalam komunitas agama masing-masing” Imbuh Pdt. Sadrak Simbiak.
Pihaknya menilai bahwa Narasumber yang dihadirkan sangat berkompeten dalam menyampaikan materi karena mereka juga merupakan aktivis langsung di lapangan yang menangani korban kekerasan gender
“Mereka yang dihadirkan di sini dan kompetensi ini sangat kita butuhkan di sini sehingga memberi pencerahan pencerahan bagi kita semua sehingga kita bisa menangani kasus-kasus itu” terangnya.
Melalui kegiatan Semiloka diharapkan ada efek atau dampak dari keikutsertaan para peserta dalam kegiatan ini sehingga peserta mempunyai prinsip baru dalam menangani masalah kekerasan berbasis gender serta bisa melakukan advokasi dengan pengetahuan agama nilai-nilai yang baru yang didapatkan dalam mengadvokasi upaya untuk pencegahan kekerasan dan penanganan serta penyelesaian masalah-masalah kekerasan berbasis gender.(Red/VR)