Rambu Solo jadi Magnet Pariwisata Torut

TORAJA UTARA – Butuh miliaran rupiah untuk menuntaskan seluruh rangkaian upacara kematian di Toraja. Namun, bagi warga Toraja, ini adalah bentuk pengabdian terhadap leluhur mereka.

Rambu Solo’ adalah upacara kematian yang dilestarikan hingga kini secara turun temurun sejak orang Toraja masih memeluk kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan orang Toraja sebelum Kristen masuk di Toraja).

Selain itu, Rambu Solo’ juga menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan nusantara dan mancanegara. Seperti Rambu Solo’ yang diadakan untuk Y.Toban Tiranda di Tongkonan To’ Kombong Tua, Pangala Rinding Allo, Limbong, Toraja Utara, Selasa (20/06/2017).

Jenazah Y.Toban Tiranda yang akrab disapa Nenek Dilan dipindahkan dari Tongkonan (Rumah Adat Toraja) ke sebuah menara yang disebut Lakkean oleh keluarga serta warga setempat pada hari pertama Rambu Solo’ berlangsung. Lakkean ini dibangun di atas tanah dimana Rambu Solo’ dilaksanakan.

Pada hari kedua, pihak keluarga menerima kehadiran para tamu yang datang dari berbagai tempat yang masih mempunyai hubungan yang erat dengan keluarga mendiang. Rambu Solo’ di Tongkonan To’ Kombong Tua itu berlangsung sekira 4 hari dan tentunya menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Ada sekitar 15 ekor kerbau pilihan dan 50 ekor babi yang dipersembahkan.

Dihari ketiga , pihak keluarga melaksanakan kegiatan Mantunu Tedong (Kegiatan penyembelihan kerbau yang umum dilakukan di Toraja pada saat mengadakan Rambu Solo’). Semua kerbau yang telah disiapkan oleh pihak keluarga disembelih yang dalam kepercayaan orang Toraja bahwa kerbau-kerbau yang disembelih itu nantinya akan menjadi kendaraan jenazah dalam perjalanan menuju Puya (akhirat). Kegiatan Mantunu Tedong ini umumnya dilakukan sehari sebelum pemakaman.

“Selain pengabdian kepada leluhur, kami juga berharap hal ini bisa menjadi tolak ukur agar kami senantiasa menjalin kerja sama yang baik dan menjaga kerukunan serta keakraban bersama rumpun keluarga.” ,ungkap Djeni Tiranda, keponakan Y.Toban Tiranda.

Mendiang Y.Toban Tiranda meninggal dalam usia 76 tahun pada 5 Agustus 2016 dan disemayamkan selama 10 bulan sebelum Rambu Solo’ dilaksanakan. Semasa hidupnya dia adalah seorang Purnakaria  Agraria (Pertanahan). Y.Toban Tiranda yang dikaruniai 7 orang anak dan 6 orang cucu itu juga pernah mengabdi sebagai seorang pelatih sepak bola dan atlet lari untuk Toraja.