Pemkab Gowa Kuliahkan Siswa Cerdas, Gratiskan Biaya Sekolah dan Biaya Hidup

Banyak bupati atau walikota yang mengklaim sudah menerapkan pendidikan gratis, namun belum konsisten. Buktinya masih banyak keluhan dari orangtua murid terkait pungutan di sekolah. Belasan item pembayaran masih menghantui orangtua siswa, tak sedikit siswa yang harus berhenti sekolah karena persoalan biaya yang begitu besar.

Bicara soal pendidikan gratis, Kabupaten Gowa adalah satu satunya kabupaten yang paling konsisten. Ichsan selama dua periode kepemimpinannya di Gowa, membuktikan sekolah sekolah di Gowa mulai SD hingga SMA melaksanakan proses pembelajaran tanpa memungut dana dari orangtua siswa sepeserpun.

Tak hanya konsisten untuk sekolah gratis, kurikulum yang diterapkan di Gowa sejak periode Ichsan Yasin Limpo juga sudah menerapkan kurikulum bertaraf internasional. Itulah sebabnya dari tahun ke tahun Gowa banyak menelorkan siswa berorestasi, bahkan setara nasional, Kabupaten Gowa paling banyak siswanya diterima melalui jalur undangan alias bebas tes.

“Kurikulum yang dipakai secara nasional saat ini sudah sangat ketinggalan, bahkan sudah banyak ditingalkan oleh negara lain. Yang kita pakai saat ini sitemnya tidak ada yang tinggal kelas, yang ada tuntas atau tidak tuntas. Saat ini cuma Indonesia saja yang masih memakai istilah naik dan tinggal kelas,” jelas Ichsan.

Di gowa saat ini memakai sistem Kelas Tuntas Berkelanjutan (SKTB). Sistem itu meniadakan istilah lulus dan tidak lulus, tinggal kelas dan naik kelas. Semua diganti menjadi tuntas dan tidak tuntas. Jika ada siswa yang tidak lulus mata pelajaran tertentu, dia bisa tetap naik kelas. Dia hanya diwajibkan untuk mengulang pelajaran yang tidak lulus tersebut hingga dinyatakan tuntas.

Titik berat SKTB, kata Ichsan, adalah pada output atau hasilnya. Tinggal kelas atau tidak lulus justru akan mematikan kemampuan siswa hanya karena satu mata pelajaran yang dianggap tidak lulus.

Ichsan menambahlan, kalau seorang peserta didik tidak bisa mengikuti pembelajaran, dia tidak boleh disalahkan. Yang harus dipertanyakan adalah gurunya. Makanya, dalam SKTB ini pula, ada sistem klinik dini guru.

Seorang guru yang banyak siswanya tidak tuntas harus melakukan presentasi di hadapan guru-guru lain agar diberi saran dan masukan. Masalah yang dihadapi akan dibahas bersama.

’’Dengan SKTB ini, kita hilangkan ketakutan anak-anak. Membuat atmosfer kelas menjadi lebih baik, tidak ada tekanan dan ancaman. Jadi, ada komunikasi yang dibangun antara guru dan peserta didik,’’ imbuh Ichsan.

Untuk mengakomodasi pelajar yang telah menyelesaikan pendidikan di SMA namun belum tuntas semua, Pemkab Gowa melakukan kerja sama dengan 12 perguruan tinggi se-Indonesia.

Jika ada siswa belum tuntas salah satu mata pelajaran, PT yang telah meneken MoU dengan Gowa tetap akan menerimanya. Namun, mereka yang telah diterima kuliah harus mengulang pelajaran tersebut sambil kuliah hingga benar-benar tuntas.

PT yang telah memiliki kerja sama meliputi Universitas Negeri Makassar (UNM)l; Universitas Negeri Malang (UM); Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar; Universitas Bosowa 45, Makassar; STMIK Dipanegara, Universitas Satria, Universitas Patria Artha, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung; Universitas Jember; Institut Pertanian Bogor (IPB); Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta.
BEASISWA

Pemkab Gowa juga menyiapkan beasiswa penuh yang disebut Beasiswa Utusan Daerah. Prosesnya melalui seleksi ketat. Kuotanya hanya 90 siswa lulusan SLTA sederajat. Mekanismenya, setiap sekolah menyetorkan nama siswa ranking 1–40. Ichsan menyebut beasiswa itu dengan istilah investasi seperempat abad.

Para pendaftar kemudian mendapat tes tertulis dari universitas tujuan, memasukkan fortofolio, dan mengumpulkan hasil ujian rata-rata semester selama tiga tahun (kelas I–III) dan terakhir tes wawancara langsung dari bupati. Nilai dari empat tes tersebut digabung, lalu dibagi 4. Perguruan tinggi yang menerima utusan daerah tahun ini meliputi UI, UGM, ITN, IPB, dan Unhas.

Yang dinyatakan lulus langsung dibiayai oleh pemkab. Penerima beasiswa tersebut harus menyelesaikan studinya dan tidak boleh berhenti kecuali alasan sakit dan meninggal. Jika terbukti ada yang mengundurkan diri di tengah perjalanan, orang tua mereka didenda untuk mengembalikan tiga kali lipat biaya yang telah dikeluarkan pemkab.

’’Tanggung jawab mereka hanya belajar. Semua dibiayai, baik pemondokan dan transportasinya,’’ papar Ichsan. Total Rp 7,7 miliar anggaran dari APBD,’’ jelasnya.

Aturan lain yang mengikat para penerima beasiswa adalah tidak boleh bekerja di luar negeri. Mereka hanya bisa ke luar negeri dengan alasan melanjutkan pendidikan, namun begitu selesai harus kembali ke Indonesia.

Ichsan mengatakan, jika setiap daerah bisa menerapkan beasiswa seperti itu, 10–25 tahun ke depan Indonesia akan maju. ’’Sebanyak 50 orang cerdas saja disekolahkan per tahun, saya yakin negara ini akan kuat,’’ katanya.(#)