Mahasiswa Desak Komisi Yudisial Periksa Hakim yang Adili Perkara Lapangan Gembira

JAKARTA- Himpunan Mahasiswa Toraya Indonesia (HMTI) mendesak Komisi Yudisial untuk memeriksa para hakim yang mengadili perkara Lapangan Gembira di Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Hal ini diserukan oleh mahasiswa yang menilai adanya indikasi ‘peradilan sesat’ pada perkara tersebut.

Koordinator Panitia Pengarah (SC) Himpunan Mahasiswa Toraja Indonesia, Ignasius Tandi Rano, Senin (27/7) di Jakarta menyebut pihaknya menemukan sejumlah fakta dan kejanggalan penerapan hukum pada perkara itu; baik ketika perkara diadili di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun di Mahkamah Agung (Kasasi).

“Fakta-fakta tersebut terkesan sengaja diabaikan,” kata Ignas.

Ada 7 hal yang menurutnya janggal diantaranya, pertama, legal standing penggugat. Pada aspek ini salah satu penggugat, Sdr Irfan Ahli, bukanlah ahli waris Haji Ali yang berhak mengajukan gugatan.

Kedua, tergugat Bupati Toraja Utara bukanlah pihak yang memiliki objek gugatan. Ketiga, bukti kepemilikan yang dipakai ahli waris adalah foto copy dan penggugat tidak pernah bisa menghadirkan asli surat/dokumen kepemilikan tersebut.

Baca Juga :   Sirekap Berulah, Penetapan Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara Pemilu 2024 Toraja Utara Diundur

Keempat, ahli waris tidak bisa memperlihatkan obyek tanah sesuai dokumen yang mereka miliki. Termasuk pada saat sidang di lapangan. Keenam, harga tanah yang tertera dalam dokumen foto copy menyebut f 2000 ( dua ribu rupiah ). “Ini jelas palsu karena Indonesia mengenal rupiah mulai tahun 1949,” katanya.

Ketujuh, kawasan tanah sengketa yang oleh penggugat disebut “tanah lapang gembira atau Rante Menduruk sejatinya adalah tanah adat masyarakat adat yang diambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda dan kemudian diubah fungsi menjadi lapangan pacuan kuda.

Pada saat pendudukan Kolonial Belanda berakhir, tanah lapangan gembira dan sekitarnya kembali kepada masyarakat adat Ba’lele yang selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Tana Toraja untuk kepentingan penyediaan lokasi pembangunan sekolah dan lainnya.

“Fakta-fakta ini sepertinya sengaja diabaikan sebagai pertimbangan dalam mengadili perkara tersebut sehingga penggugat menang dalam tiga tingkat peradilan. Kami meminta Komisi Yudisial memeriksa hakim-hakim yang mengadilinya,” tegas Ignas.

Baca Juga :   Jaringan PLN di Wilayah Salu Sarre Amburadul, Sudah Bertahun-Tahun Dibiarkan

Sementara itu upaya hukum dari Pemkab Toraja Utara sebagai tergugat sedang ditempuh di level terakhir yaitu Peninjauan Kembali. Di Jakarta, elemen mahasiswa Toraja akan menggelar aksi demonstrasi yang menyasar Kantor Mahkamah Agung pada Selasa (28/7). Aksi tersebut juga akan dilakukan bersamaan dengan aksi demonstrasi yang digelar di Toraja Utara.

Menurut Ignas, hal tersebut tidak dimaksud sebagai tekananan terhadap lembaga peradilan namun sebagai inisiatif masyarakat sipil dan masyarakat adat Toraja untuk ikut serta mengawasi kinerja lembaga peradilan, terlebih karena lahan yang dipersengketakan masih terhubung dengan kepentingan dan hak-hak masyarakat adat. (*/PB)

Pos terkait