Elemen Masyarakat Toraja Geruduk Kantor Mahkamah Agung di Jakarta

JAKARTA-Elemen masyarakat Toraja yang terdiri dari Mahasiswa, Pemuda adat dan praktisi pendidikan menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Mahkamah Agung RI di Jakarta, Selasa (28/7) siang. Aksi digelar bersamaan dengan aksi demonstrasi elemen masyarakat Toraja di Rantepao.

Aksi di depan mahkamah agung– dibuka dengan prosesi adat Ma’parapa’– menggaungkan perlawanan masyarakat Toraja atas dugaan terjadinya ‘peradilan sesat’ dalam perkara lahan Lapangan Gembira atau Rante Menduruk di Rantepao Toraja Utara yang sudah memasuki tahap peninjauan kembali di MA.

Dalam orasinya, Ketua Ikatan Mahasiswa Rantepao yang juga adalah perwakilan Pemuda Adat dari Wilayah Adat Ba’lele, Farel Fahmi Datu Paseru menjelaskan bahwa leluhurnya tidak pernah menjual tanah kepada Ambo Bade, sosok yang disebut para penggugat, menjual lahan (kini objek sengketa) kepada Haji Ali.

“Jika lahan itu sudah diperjualbelikan maka sebagaimana kebiasaan tentu di atas lahan tersebut sudah ditanami pohon cendana sebagai tanda bahwa objek tersebut telah dijual,” katanya.

Baca Juga :   Tanpa Membebani Peserta Dengan Biaya, Grup Drumband SD Negeri 7 Sopai Akan Kembali Meramaikan Lombah HUT Kemerdekaan RI Yang Ke-78 di Torut

Lois Toding, Koordinator Aksi Lois Himpunan Mahasiswa Toraja Indonesia mengecam penerapan hukum dalam putusan-putusan sidang mulai saat disidangkan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi hingga tingkat kasasi yang membuat

Itu sebabnya Komisi Yudisial diminta untuk memeriksa para hakim yang telah mengadili perkara Lapangan Gembira di Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Sementara Koordinator Panitia Pengarah (SC) Himpunan Mahasiswa Toraja Indonesia, Ignasius Tandi Rano merinci, setelah melakukan kajian, pihaknya menemukan sejumlah fakta dan kejanggalan penerapan hukum pada perkara itu; baik ketika perkara diadili di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun di Mahkamah Agung (Kasasi).

“Fakta-fakta tersebut terkesan sengaja diabaikan,” kata Ignas.

Ada 7 hal yang menurutnya janggal diantaranya, pertama, legal standing penggugat. Pada aspek ini salah satu penggugat, Sdr Irfan Ahli, bukanlah ahli waris Haji Ali yang berhak mengajukan gugatan.

Kedua, tergugat Bupati Toraja Utara bukanlah pihak yang memiliki objek gugatan. Ketiga, bukti kepemilikan yang dipakai ahli waris adalah foto copy dan penggugat tidak pernah bisa menghadirkan asli surat/dokumen kepemilikan tersebut.

Baca Juga :   Berlaku Mulai 3 Maret, Penumpang Wajib Isi e-HAC Sebelum Keberangkatan

Keempat, ahli waris tidak bisa memperlihatkan obyek tanah sesuai dokumen yang mereka miliki. Termasuk pada saat sidang di lapangan. Keenam, harga tanah yang tertera dalam dokumen foto copy menyebut f 200 ( dua ratus rupiah ). “Ini jelas palsu karena Indonesia mengenal rupiah mulai tahun 1946,” katanya.

Ketujuh, kawasan tanah sengketa yang oleh penggugat disebut “tanah lapang gembira atau Rante Menduruk sejatinya adalah tanah yang awalnya adalah milik masyarakat adat yang diambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda dan kemudian diubah fungsi menjadi lapangan pacuan kuda.

Pada saat pendudukan Kolonial Belanda berakhir, tanah lapangan gembira dan sekitarnya kembali kepada masyarakat adat Ba’lele yang selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Tana Toraja untuk kepentingan penyediaan lokasi pembangunan sekolah dan lainnya.

“Fakta-fakta ini sepertinya sengaja diabaikan sebagai pertimbangan dalam mengadili perkara tersebut sehingga penggugat menang dalam tiga tingkat peradilan. Kami meminta Komisi Yudisial memeriksa hakim-hakim yang mengadilinya,” tegas Ignas.

Baca Juga :   Pleno Penetapan Rekap Hasil Pemilu KPU Torut, Jumlah DPK dan Jumlah Pemilih dalam DPT Tidak Sinkron

Kepala SMA 2 Rantepao, Drs Yulius L. Bangke’, juga menyempatkan diri berorasi. Ia mengatakan seharusnya pemerintah dan pengadilan berpihak kepada kepentingan umum terutama karena lahan yang dipersengketakan diatasnya terdapat fasilitas umum yaitu sekolah. “Bukan pada kepentingan-kepentibgan individual yang didasarkan pada penerapan hukum yang tidak berkeadilan,” katanya.

Perwakilan massa yang diwakili oleh Ignas Tandirano, Didi Kurniawan, Thino Ampulembang; bersama perwakilan kuasa hukum Pemkab Toraja Utara yang dalam perkara ini menjadi tergugat kemudian menyerahkan sebuah dokumen berisi fakta-fakta yang mereka temukan tersebut.

Kabiro Humas MA, Dr. Abdullah, SH.MS. Abdullah menyebut dokumen tersebut tersebut akan disampaikan kepada Ketua Mahkamah Agung. “Semoga dalam sidang PK ini hakim yang mengadili perkara ini diberi hidayah dan terbuka hati nuraninya,” katanya. (*/PB)

Pos terkait