Tingginya produksi rumput laut di Sulawesi Selatan (Sulsel) dinilai tidak sebanding dengan penyerapan produksi yang terjadi. Hal ini dibuktikan dengan menumpuknya hasil produksi petani rumput laut di gudang-gudang.
“Makanya kita dorong masalah pergudangan. Kalau sistem ini jalan, kedaulatan harga bisa kita jamin. Industri rumput laut pun akan kuat. Kami saat ini sedang membangun pengolahan rumput laut di Bone berdaya serap 500 ton per bulan. Mulai beroperasi di tahun 2016,” ujar Ketua Asosiasi Petani dan Pengelola Rumput Laut Indonesia (ASPPERLI) Arman Arfah, Rabu (11/11/2015).
Pemerintah bisa mengakali penumpukan ini, kata dia, dengan pengaturan sistem resi gudang atau pembuatan pabrik pengolahan. Pergudangan yang banyak kosong dan tidak terpakai, tambahnya, dialihkan sementara guna menyimpan rumput laut.
Pada kesempatan berbeda, Kabid Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel Sulkaf S Latief menambahkan, meski Sulsel menjadi lumbung rumput laut, namun baru ada empat pabrik pengolahan. Itupun, katanya, khusus untuk jenis cottoni.
“Tahun 2014 kemarin kita berhasil mengeskpor 117.655 ton dengan nilai 138,5 juta USD. Sekarang di tengah kondisi ekonomi yang lesu, membuat nilai ekspor kita berkurang,” katanya saat.(*)