MANOKWARI, kabartimur.com- Dua isu nasional yang menjadi focus perhatian kerja pemerintah pusat dan pemerintah provinsi papua barat dibawah komando kaka besar bapak pj gubernur Paulus Waterpauw melalui kerja kolaborasi antar instansi dan masyarakat yaitu isu kemiskinan ekstrim dan isu stunting (gizi buruk).
Aktivis Perempuan dan spesialis gender Papua Barat, Yuliana Numberi menyampaikan bahwa hal ini sering disampaikan oleh Pj. Gubernur Papua Barat saat memberikan sambutan pada kegiatan-kegiatan pemerintah provinsi maupun kabupaten dan juga pada arahan lainnya.
Menurut Numberi, bila menyimak dengan baik tentang dua isu ini ternyata memiliki hubungan yang sangat erat. oleh sebab itu dalam penanganan isu stunting dan kemiskinan ekstrim harus mampu melakukan analisis sosial untuk melihat faktor-faktor penyebab terjadinya stunting dan kemiskinan ekstrim secara baik sebelum melakukan intervensi dalam kebijakan penanganannya.
Pemerintah provinsi Papua Barat melalui strategi dan kebijakan dalam menangani isu stunting saat ini dengan membentuk Satgas Penanganan Kemiskinan Ekstrim dan Penurunan Stunting di Papua Barat dengan menunjuk beberapa pimpinan OPD serta asisten sebagai Kordinator Wilayah (KorWil) dalam penanganan stunting di 7 Kabupaten di Papua Barat dan bekerja sama dengan pemerintah daerah baik bupati maupun dinas teknis lainnya.
“Sebagai seorang ASN yang memiliki basic ilmu gender dan juga aktivis perempuan yang peduli pada masalah perempuan dan anak merasa terpanggil untuk ikut berkontribusi melalui konsep pemikiran untuk mendukung teman-teman ASN dalam penanganan stunting di papua barat” kata Numberi.
Numberi berharap, dalam penanganan isu stunting, semua pihak harus memahami tentang apa saja variable yang mempengaruhi terjadinya isu stunting dan untuk mengetahui variabel tersebut maka harus dilakukan analisis social oleh tim yang dibentuk oleh Pj. Gubernur dengan tidak menutup kemungkinan melibatkan para pihak dari berbagai disiplin ilmu terkait dengan masalah sosial dan masalah stunting.
“Hal ini akan membantu para pihak dengan mudah melakukan intervensi secara tepat dan cepat. Selain itu dalam penanganan isu stunting harus dapat melihat pada masalah kewilayahan dan kearifan lokal di masyarakat” kata Numberi.
Menurut Kemenkes Stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk, terserang infeksi yang berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai maka dalam intervensi awal penanganan perbaikan gizi buruk (stunting) pada anak diharapkan pimpinan OPD sebagai KORWIL lapangan melakukan pemetaan bersama dinas teknik lainya, karena masalah stunting bukan hanya masalah kesehatan terkait gizi buruk sejak anak dalam kandungan dan tumbuh kembang anak, tetapi ada faktor lainnya yang turut berkontribusi terhadap terjadinya gizi buruk.
Sehingga kata Numberi, untuk intervensi awal yang dilakukan adalah para pihak harus mengetahui, siapa yang mengalami stunting? berasal dari keluarga ekonomi kelas apa? bagaimana kondisi rumah tempat tinggalnya? bagaimana dengan sanitasinya?, apakah tempat tinggal mereka dekat dengan layanan kesehatan? apakah semasa kehamilan ibu memeriksa di posyandu atau puskesmas? apakah ada pelayanan imunisasi bagi ibu dan anak? apakah sistem budaya yang berlaku di masyarakat?, apakah masyarakat memahami peran gender? apakah peran ibu semasa kehamilan?.
Numberi mengharapkan, dalam penanganan penurunan isu stunting (gizi buruk), para pimpinan KORWIL mampu berinovasi dan kreatif dalam memberikan pelayanan dan penanganan, tetapi juga dapat memberikan informasi melalui data dan informasi yang dipasang di POSKO kepada masyarakat sehingga public mengetahui tentang, sejauh mana intervensi yang telah dilakukan? siapa pihak yang terlibat dalam penanganan stunting? apa saja yang telah dilakukan? apakah telah terjadi perubahan gizi dari anak yang mengalami stunting? sejauhmana hasil yang telah dicapai?, dalam intervensi target yang ingin dicapai berapa persen per bulan? target akhir yang ingin dicapai berapa persen. dengan demikian kita dapat mengukur capaian penurunan gizi buruk (stunting).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak BKKBN Papua Barat sebagai penggerak dalam penurunan stunting melihat peran dan keterlibatan pimpinan OPD sebagai korwil dalam penanganan penurunan stunting di 7 Kabupaten di Papua Barat telah berjalan, namun belum semua bergerak dan melakukan penanganan secara cepat.
Berdasarkan Hasil monitoring pihak BKKBN, baru beberapa pimpinan OPD (KORWIL) yang aktif dan fokus dalam bergerak cepat untuk menjalankan komitmen Pj. Gubernur, salah satunya adalah Korwil Kabupaten Manokwari Selatan melalui strategi melibatkan beberapa stakeholder untuk bekerjasama dalam Penanganan Masalah Stunting.
Dari hasil monitoring menunjukan bahwa untuk Wilayah Kabupaten Manokwari Selatan dalam penanganan penurunan stunting sangat Pro Aktif dan Terarah. Berangkat dari hasil monitoring BKKBN dapat dilihat bahwa dalam penanganan penurunan stunting tidak harus orang yang bekerja pada TUPOKSI itu saja, tetapi dapat melibatkan pihak lain namun orang yang memiliki kemampuan berkoordinasi, memiliki komitmen, Tanggap, memiliki kepekaan, cepat respon, semangat, transparan serta memiliki rasa tanggung jawab sebagai ASN dalam melakukan pelayanan publik yang terbaik kepada masyarakat dalam otonomi khusus bagi OAP.
“Untuk upaya percepatan penurunan stunting di papua barat maka saya mengajak pimpinan OPD (KORWIL) yang belum berperan aktif dalam penurunan stunting untuk membuka diri dan dapat mengambil langkah Mereplikasi apa yang telah dilakukan oleh korwil Manokwari Selatan sebagai role model demi mempercepat penurunan stunting dan kita beralih kepada penyelesaian isu lainnya menuju papua barat yang maju dan sejahtera” pungkasnya. (Red/*)