Manokwari, kabartimur.com– Dinamika penyusunan Rancangan KUHAP yang baru saat ini sedang ramai dibahas, terutama terkait dengan adanya dorongan agar azas Dominus Litis diberikan secara penuh kepada jaksa penuntut umum.
Azas dominus litis adalah azas yang memberikan kewenangan kepada jaksa penuntut umum untuk menentukan jalannya suatu perkara pidana. Asas ini berlaku pada tahap penyidikan, penuntutan, dan persidangan.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam penegakan hukum terdapat tiga pilar penegak hukum yang mempunyai tugas peranan masing-masing sesuai dengan Undang-undang yaitu Kepolisian-Kejaksaan-Hakim.
Menyikapi hal tersebut, praktisi Hukum Kabupaten Manokwari, Jemmy Manggaprouw, S.H. menyatakan bahwa “Penguatan azas Dominus Litis dalam rancangan KUHAP menimbulkan kekhawatiran akan tumpang tindih kewenangan antara kejaksaan dan kepolisian.”
Salah satu sorotan utama adalah pada Pasal 12 Ayat 11, yang memungkinkan jaksa mengintervensi penyidikan jika laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti dalam 14 hari.
“Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi independensi penyidik kepolisian dan memicu konflik antar lembaga penegak hukum,” kata dia.
Selain itu, lanjutnya, kewenangan jaksa dalam mengontrol penyidikan, termasuk menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan, juga mendapat kritik.
“Menekankan bahwa dalam praktiknya, kewenangan yang terlalu besar di tangan jaksa dapat membuka ruang bagi intervensi politik atau penyalahgunaan kewenangan, yang dapat mempengaruhi objektifitas dalam penegakan hukum,” ujarnya.
“Banyak pihak berpendapat bahwa kewenangan ini seharusnya berada di tangan hakim guna menjaga prinsip checks and balances,”
“Oleh karena itu, hendaknya legislatif mempertimbangkan untuk tidak mengakomodir penerapan azas tersebut dalam RKUHAP karena menilai bahwa sistem penegakan hukum yang berlaku saat ini sudah berjalan bagus, tinggal menyempurnakan saja implementasinya”, pungkas Jemmy. ( Red/*)