MANOKWARI—Bupati Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw mengatakan, masyarakat adat tujuh (7) suku Teluk Bintuni bersama-sama dengan suku Papua lainnya serta suku non Papua telah berkomitmen menjaga situasi tetap aman dan kondusif.
“Kita punya istilah bahwa Bintuni itu adalah miniatur NKRI. Di sana itu beragam suku, agama, adat, dan budaya. Jadi kita ingin Bintuni jadi contoh yang baik untuk tempat-tempat lain di Tanah Papua,” kata Bupati Kasihiw usai menghadiri acara tatap muka suku besar Arfak di Manokwari, Minggu (1/9/2019).
Komitmen masyarakat adat 7 suku Teluk Bintuni bersama dengan suku Papua lainnya serta suku non Papua disampaikan dalam aksi unjuk rasa damai pada 19 Agustus lalu di Teluk Bintuni. Inti dari komitmen itu adalah, Bintuni harus tetap aman.
“Kita menyikapi suasana yang terus berkembang sepanjang belum ada pertemuan terakhir antara gubernur dan presiden, ini kita jaga suasana itu. Bintuni harus tetap aman dan damai,” ujar bupati.
Menyoal keberadaan objek vital yang beropersi di Teluk Bintuni, lanjut bupati, sudah menjadi atensi Kapolda dan Panglima, bahkan Gubernur Papua Barat. Dengan demikian, objek vital nasional yang ada di sana harus tetap dalam kondisi aman.
“Masyarakat ada juga jaga sendiri. Sebab hasil kami itu dapur untuk Papua Barat, dapur untuk Indonesia. Sehingga kita harus jaga itu. Dan sampai hari ini terus terjamin kondusif di Bintuni. Di Bintuni pengamanan dilakukan oleh personel organik dari TNI dan Polri,” jelas Bupati Kasihiw.
Bupati menambahkan, sejak kasus Surayaba terkuak, situasi di tengah-tengah masyarakat Teluk Bintuni tetap aman-aman saja.
“Masyarakat memang bereaksi bahwa tidak suka dengan sikap rasisme. Mereka kutuk tetapi tetap menyampaikan aspirasi dengan tertib,” tutupnya. (ALF/*)