Mencuri Uang Untuk Tiket Kapal, JAM-Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana Selesaikan Perkara Pencurian dengan Restorative Justice

Jakarta, kabartimur.com– Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 16 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif, selasa (16/7/2024).

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Amirudin Taufiq alias Taufiq dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian.

Bacaan Lainnya

Kronologi bermula saat Tersangka Amirudin Taufiq alias Taufiq sedang mendatangi kios milik Korban Yohanis Nuban di Kelurahan Pohon Bao, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur dengan tujuan untuk belanja.

Saat itu, tersangka melihat keadaan yang sepi di dalam dan di luar kios milik korban, sehingga tersangka memanfaatkan situasi itu untuk masuk ke dalam kios milik korban.

Saat di dalam kios, tersangka melihat uang pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 milik Korban Yohanis Nuban yang jumlahnya sekitar Rp2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) yang berada di dalam kotak kecil pada etalase kaca kios milik korban, kemudian tanpa sepengetahuan pemiliknya tersangka langsung mengambil uang tersebut.

Ketika tersangka ke luar dari dalam kos milik korban, aksinya itu terlihat oleh Saksi Maria Elisabet Gorety Dasanti alias Eti. Oleh karena gerak-gerik Tersangka yang mencurigakan, Saksi Maria Elisabet Gorety Dasanti alias Eti berteriak “pencuri..pencuri” sehingga Tersangka langsung kabur menggunakan sepeda motornya dan membuang uang curiannya di parit/got yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat kejadian.

Baca Juga :   Tim PAM SDO Kejaksaan Negeri Kabupaten Probolinggo Berhasil Mengamankan Oknum yang Mengaku Sebagai Pegawai Kejaksaan

Bahwa tujuan Tersangka Amirudin Taufiq alias Taufiq melakukan pencurian terhadap uang tunai sejumlah Rp2.500.000 yaitu untuk kebutuhan keluarga dan membeli tiket kapal untuk Tersangka.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur Rolly Manampiring, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator I Nyoman Sukrawan, S.H., M.H. dan Muchamad Diaz Khoirulloh, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Zet Tadung Allo, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 16 Juli 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 15 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:

  1. Tersangka I Indra Satria, Tersangka II Dani Adytya, dan Tersangka III David Robertino dari Kejaksaan Negeri Nganjuk, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 406 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Perusakan.
  2. Tersangka Marsuro bin Sulkah dari Kejaksaan Negeri Banyuwangi, yang disangka melanggar 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  3. Tersangka Suwarno bin Sukidi dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
  4. Tersangka Febri Saputra, A.Md. dari Kejaksaan Negeri Kota Malang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  5. Tersangka Ibnu Mulyono bin Slamet Mulyadi dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  6. Tersangka Bonar Parningotan dari Kejaksaan Negeri Surabaya, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  7. Tersangka I Nur Rizki Hidayah binti Sofiansyah (Alm) dan Tersangka II Neti Erawati binti Sofiansyah dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
  8. Tersangka Virda Anisa dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
  9. Tersangka Muhammad Ardyh bin Daeng Leo dari Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
  10. Tersangka Zainudin als Udin bin Bustani dari Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  11. Tersangka Achmad Riadi bin (Alm) Muhammad Rasyidin dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  12. Tersangka Juliadin als Onda bin Laudi dari Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  13. Tersangka Haris bin Hading alias Liwang dari Kejaksaan Negeri Jeneponto, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  14. Tersangka Rajja dg Lewa bin Sampara dari Kejaksaan Negeri Jeneponto, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
  15. Tersangka Hasanuddin alias Hasan bin Uddin dari Kejaksaan Negeri Luwu, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP atau kedua Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.
Baca Juga :   KPU Dan Bawaslu Haltim Tuai Sorotan Dari Saksi Partai Gerindra

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Red/Rls).

Baca Juga :   Aplikasi E_ Keriting Mendapat Apresiasi Dari Itjen Kemendagri

Pos terkait