WASIOR – Tari Koreri menjadi suguhan pembuka Festival Pulau Roon (FPR) 2018 di Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat. FPR dibuka oleh Bupati Teluk Wondama Bernadus Imburi, Kamis siang (28/6) di Kampung Yende, ibukota Distrik Roon.
Tarian Koreri rupanya punya arti penting bagi orang Roon. Tarian yang ditampilkan secara kolosal mengisahkan tentang aksi heroik pembebasan tiga orang dari suku Roon yang ditawan dan dijadikan budak orang-orang dari suku Biak. Peristiwa ini terjadi ratusan tahun silam pada masa perang suku di tanah Papua.
Alkisah, pada jaman sebelum orang Roon mengenal Injil Kristus, sekelompok pasukan perang dari Biak yang menggunakan perahu mendarat di salah satu pulau Kepulauan Roon.
Pasukan perang dari Biak ini kemudian melancarkan akal bulus agar bisa menaklukkan wilayah setempat. Mereka menipu orang Roon dengan suguhan makanan dan saat terlena mereka dibunuh. Sebagai tanda kemenangan, pasukan dari Biak itupun membawa pulang 3 pemuda Roon untuk dijadikan sebagai budak.
Tidak terima dengan perlakuan itu, orang Roon lantas menyiapkan rencana untuk melakukan serangan balasan. Merekapun mengirim pasukan untuk bisa merebut kembali ketiga saudara mereka yang telah ditawan dan dijadikan budak.
“Jadi orang Roon pigi dayung ke Biak untuk serang kampung Koreri. Dorang bakar kampung itu dan bawa kembali tiga orang yang jadi budak itu, “ jelas Lodewik Inuri, tokoh masyarakat Kampung Yende, Distrik Roon.
Tidak hanya kisah sukses memenangkan perang, peristiwa perang Koreri juga punya makna spiritual bagi peradaban masyarakat Pulau Roon.
Perang Koreri menjadi tonggak pertobatan orang Roon dari kebiasaan lama seperti menyembah berhala, penggunaan ilmu hitam (suanggi) juga tradisi saling bunuh.
Rupanya, pasukan perang Roon yang berhasil membumihanguskan kampung Koreri di Biak tidak hanya menggunakan senjata parang dan busur panah. Mereka juga bermodalkan senjata api sejenis bren yang diberi nama ‘bamon’.
Senjata tersebut milik zendeling G.L Bink, misionaris asal Eropa yang pada saat itu ditugaskan untuk memberitakan Injil di wilayah Yende, Pulau Roon.
Senjata itulah yang menjadi modal utama pasukan Roon melumpuhkan pasukan Biak dan akhirnya bisa membebaskan 3 orang saudara mereka yang dijadikan budak.
“Orang Roon berjanji kepada Bink kalau Bink mau serahkan senjata maka mereka akan serahkan semua barang-barang untuk menyembah berhala dan mau dibaptis (jadi pengikut Kristen), ” jelas Inuri.
Kemenangan dalam perang Koreri berujung dengan terjadinya pertobatan secara rohani di kalangan orang-orang suku Roon. Ini ditandai dengan pembaptisan massal oleh zendeling G.L Bink dan mereka kemudian menerima Injil sebagai pedoman rohani hingga sekarang ini. (Nday)