Ketua MRP-PB Sebut Tersangka Korupsi Nina Diana Adalah OAP, Diusahakan Mendapat Perlindungan MRP-PB

MANOKWARI- , Ketua Majelis Rakyat Papua MRP Papua Barat menyebutkan Nina Diana yang saat ini menjadi pesakitan Jaksa akibat tersandung dugaan korupsi pengadaan tanah Dinas Perumahan Papua Barat merupakan orang asli Papua (OAP).

Alasanya karena Mama Nina Diana merupakan perempuan Papua dari Marga Rumadas. Nina juga disebut perempuan Papua pertama di Papua Barat yang berprofesi sebagai Notaris.

Ditegaskan dalam Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 BAB 1 ketentuan umum Huruf (t) Orang asli Papua adalah orang yang berasal ras rumpun malanesia yang terdiri dari suku-suku asli Papua di Provinsi dan atau orang yang di terima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat.

“ND adalah OAP dari mamanya (Rumadas). Dan dia mungkin satu-satunya perempuan Papua di PB yang jadi notaris.” Kata Ketua MRP Papua Barat Maxi Ahoren Jumat 12 Juni 2020.

Menurutnya Perlindungan yang diusahakan oleh MRPB adalah atas permohonan yang bersangkutan, oleh karena itu MRP-PB berkewajiban mengusahakan perlindungan dengan meminta perpanjangan tahanan rumah.

Baca Juga :   LHKPN Pemprov Papua Barat Tahun 2019 Baru mencapai 15 persen

“Permohonan MRPB tidak dalam konteks intervensi proses hukum, melawan hukum, apalagi meminta pembebasan hukuman bagi yang bersangkutan. Seluruh proses hukum yang sedang berjalan didukung dan dihormati oleh MRPB.” jelasnya

Maxi Ahoren meminta agar dipahami perlindungan yang di usahakan oleh MRP-PB hanya bersifat permohonan

” Jadi mohon dipahami, bahwa upaya perlindungan yang diusahakan oleh MRPB semata-mata bersifat permohonan kepada pihak penegak hukum, bukan suatu intervensi ataupun pemaksaan kehendak kepada pihak penegak hukum.” tegasnya.

Sementara terpisah Praktisi Hukum yang juga Direktur LP3BH Manokwari Yan Christian Warinussy mengatakan pernyataan dan atau saran Ketua MRPB Maxi Ahoren sangat memalukan, karena Pertama, nyata-nyata oknum Ketua MRPB tersebut tidak memahami tugas dan kewenangannya sebagai tersirat dalam pasal 19 sampai dengan Pasal 25 UU RI No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Kemudian kata Warinussy, kedua karena oknum Ketua MRPB tidak paham isi amanat pasal 22 dan pasal 23 serta pasal 31 UU RI No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Baca Juga :   Mengembangkan Potensi Peserta Didik PMR Lantik Pengurus SMA Yapis Manokwari

Kemudian ketiga, karena oknum Ketua MRPB ini sama sekali tidak memfungsikan tenaga ahli yang dimilikinya untuk mengkaji surat masuk dari oknum Notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Nina Diana yang kini ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat, karena diduga tersangkut perkara pidana tindak pidana korupsi (tipikor).

“Di dalam pasal 20 ayat (1) huruf a sampai f tak ada satupun tugas dan wewenang MRPB seperti yang disarankan oleh oknum Ketua MRPB tersebut.” kata Yan Christian Warinussy

Di sisi lain, sesuai amanat pasal 23 KUHAP jelas bukan merupakan kewenangan lembaga yang mulia seperti halnya MRPB untuk meneruskan apalagi menindak-lanjuti permohonan dari seorang tersangka tipikor seperti halnya Nina Diana tersebut.

“Saya memandang bahwa sudah saatnya MRPB sebagai sebuah lembaga terhormat dan mulai memiliki tenaga ahli yang mumpuni. Khususnya di bidang hukum dan politik, agar lembaga ini melalui pimpinannya bisa mengeluarkan pernyataan-pernyataan maupun keputusan serta pemikiran yang terukur secara ilmiah dan dapat dipertanggung-jawabkan menurut hukum.” Usul Warinussy

Baca Juga :   Tim Seleksi Calon Anggota KPU Kabupaten Se- Papua Barat Umumkan 200 Nama yang Berhasil Lolos Seleksi Administrasi

Dia mengatakan, Jika dipahami secara baik, sesungguhnya menurutnya , tersangka Nina Diana sudah memiliki hak-hak yang dilindungi di dalam KUHAP. Termasuk haknya juga untuk mengajukan permohonan pengalihan jenis penahanannya saat ini sesuai amanat pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP.

Seyogayanya Nina Diana sebagai seorang praktisi hukum jauh lebih memahami hal tersebut dibanding dan bahkan sampai terkesan “memalukan” wibawa seorang Ketua MRPB seperti saat ini.” tegasnya.

Nina Diana diduga terlibat dalam pusaran dugaan kasus korupsi karena perannya selaku PPAT dimana ia diduga megeluarkan Akta Jual Beli (AJB) dalam rangka pencairan Anggaran Pengadaan tanah senilai Rp 4,5 Milyar dari APBD Perubahan Tahun 2015 di Dinas Perumahan Papua Barat. (AD)

Pos terkait